Ada tiga musibah yang membinasakan, yaitu (1) Seorang penguasa, bila
kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak berterima kasih. Sebaliknya, bila kamu
berbuat kesalahan, dia tidak mengampuni; (2) Tetangga, bila melihat kebaikanmu
dia diam saja, tapi bila melihat keburukanmu dia sebarluaskan; (3) Isteri ,
bila bertemu dia mengganggumu dan bila kamu pergi dia akan menghianatimu
(HR.Ath-Tabrani)
(1) Oleh karena itu tidak
setiap orang dapat menjadi pemimpin, karena seorang pemimpin itu harus
mempunyai sifat-sifat kepemimpinan seperti bijaksana, berani, tegas dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu Nabi sendiri tidak memilih orang yang tidak
mempunyai sifat kepemimpinan untuk menjadi pemimpin, padahal dalam system
pemerintaha Nabi tercatat bahwa nabi banyak melantik sahabat-sahabat beliau
untuk menjadi pemimpin suatu daerah (amir), atau pemimpin kaum ( Naqib ) atau
pemimpin perang (Qaid) dan lain sebagainya;
sehingga seorang sahabat nabi yang terkenal dengan ibadah, dan berakhlak
mulia tetapi lemah dalam sifat kemepimpinan bertanya kepada Rasul : “Abu Dzar
berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah :
"Ya rasulullah, mengapa engkau tidak memberikan jabatan dan
kedudukan apapun kepadaku ? Rasulullah saw segera menjawab sambil tangannya
menyentuh pundakku : “
Wahai Abu Dzar sesungguhnya engkau ini adalah lemah, dan sesungguhnya
jabatan itu adalah amanah, dan sesungguhnya jabatan itu nanti pada hari kiamat
akan menjadi sesuatu kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang dapat
memegangnya dengan penuh kebenaran dan menunaikan kewajiban yang diamanahkan
kepadanya." (Hadis riwayat Muslim).
Tidak semua orang berhak memimpin sebab kepemimpinan itu merupakan
amanah dan tanggungjawab. Auf bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah bersabda :
"Aku khabarkan kepadamu tentang pemimpin “. Auf berkata : Apa itu
ya Rsulullah? Nabi menjawab : “ Kedudukan itu nanti merupakan sesuatu yang
dapat membuat engkau hina. Kedua, kedudukan itu nanti akan memberikan
penyesalan. Ketiga, kedudukan itu akan menjadi penyebab siksaan di hari akhirat,
kecuali jika orang yang mendapat kedudukan itu dapat bersikap adil, tetapi
bagaimana mungkin seseorang itu dapat berlaku adil dengan kaum
kerabatnya." (Hadis riwayat Bazar, dan Thabrani)
Menjadi pemimpin itu mempunyai resiko dunia akhirat. Abi Umamah
menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
"Siapa saja yang memimpin walaupun sepuluh orang atau lebih dari
bilangan tersebut, maka nanti di hari akhirat dia akan dibawa dengan leher dan
tangan yang dirantai, maka sesuatu yang dapat melepaskan rantainya tersebut
adalah kebaikannya dan keadilannya dalam memimpin."(Hadis riwayat Ahmad).
(2) Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
dapat hidup sendiri tanpa ada interaksi dengan manusia lainnya. Maka, kehadiran
tetangga dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim sangat dibutuhkan. Allah
Ta’ala berfirman,
Artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36).
Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam juga bersabda,
Artinya: “Jibril senantiasa bewasiat kepadaku agar memuliakan (berbuat
baik) kepada tetangga, sampai-sampai aku mengira seseorang akan menjadi ahli
waris tetangganya” (HR. Al Bukhari no.6014).
Agama Islam menaruh perhatian yang sangat besar kepada pemeluknya
dalam segala hal dan urusan. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi,
semua tidak luput dari ajarannya. Tak terkecuali dalam masalah adab. Berikut
ini diantara adab-adab seorang muslim kepada tetangganya yang patut kita
perhatikan.
(3) Bentuk pengkhianatan seorang istri terhadap suami ini diumpamakan
dengan khianatnya istri Nabi Nuh dan Nabi Luth yang terekam dalam surah
At-Tahrim ayat 66: “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan
bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba
yang shalih di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada
suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka
sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah
ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)."
Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat di atas, menekankan bahwa
tidak ada jaminan suami yang shalih —hingga sekelas nabi pun— dapat mengajak
istrinya ke jalan yang benar, ketika tidak ada cahaya iman di dalam hati sang
istri. Dan sekali-kali keimanan suami juga tidak dapat memberikan manfaat
apapun dan tidak bisa menahan keburukan bagi istrinya. Tidak salah jika dalam
strategi dakwah Al-Qur`an, yang pertama kali perlu diselamatkan dari api neraka
setelah diri sendiri adalah keluarga. Karena sejatinya, kedua objek dakwah
tersebut merupakan yang tersulit daripada orang lain di luar diri dan keluarga
kita.