Di antara keutamaan tauhid adalah jika tauhid tersebut
kokoh, maka tauhid tersebut akan menuntunnya untuk mengerjakan amal shalih,
baik dalam perkataan maupun perbuatan, yang dzahir maupun yang batin.
Ini adalah keutamaan yang besar, karena seorang hamba
tidak mungkin dapat terlepas dari:
Bermuamalah dengan dirinya sendiri;
Bermuamalah dengan orang lain;
Atau Bermuamalah dengan Rabb-nya.
Sedangkan bermuamalah dengan Allah Ta’ala merupakan
ibadah, yakni dengan melakukan berbagai macam peribadatan.
Bermuamalah dengan dirinya sendiri yang memiliki hawa
nafsu, dan apa yang diinginkan atau tidak diinginkan oleh hawa nafsunya. Serta
bagaimana dirinya sendiri dapat melaksanakan syariat.
Bermuamalah dengan orang lain yaitu dengan menunaikan
hak-hak manusia. Dimulai dengan hak kedua orangtua, hak istri, hak anak, hak
tetangga, hak teman dekat, hak para ulama, hak penguasa, dan hak para shahabat
ridhwanallah ‘alaihim, demikian pula hak orang-orang yang beriman secara umum.
Tauhid merupakan salah satu sarana yang dapat menuntun
seseorang untuk dapat bermuamalah baik terhadap dirinya sendiri, orang lain,
atau dengan Rabb-nya.
Adapun dalam muamalah dengan Rabb-nya, maka ahli
tauhid mencintai beribadah kepada Allah Ta’ala. Mereka mencintai ikhlas, dan
juga berbagai macam ibadah. Kita jumpai seorang ahli tauhid yang
sebenar-benarnya, dia mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa, dan
berhaji dengan mengharap pahala di sisi-Nya.
Setiap kali tauhid kokoh, maka akan kokoh pula
ketergantungan hatinya terhadap shalat dan puasa, baik yang wajib maupun shalat
sunnah. Demikianlah, muamalah dan ibadahnya terhadap Rabb-nya akan sepadan
dengan kekokohan tauhidnya.
Oleh karena itu, lihatlah dirimu sendiri dalam
berbagai macam keadaan. Jika Engkau merasakan di dalam dirimu terdapat
kekurangan di dalam melaksanakan kewajiban, atau bahkan di dalam melaksanakan
yang sunnah, maka cermatilah dirimu, dan pasti Engkau dapati bahwa sebagian
dunia telah menyaingi kecintaanmu terhadap Allah Ta’ala di dalam hatimu.
Di dalam hatimu terkumpul dua keinginan, pertama yaitu
keinginan mencintai Allah Ta’ala dan mentauhidkan-Nya. Dan kedua yaitu
keinginan mencintai dunia serta lebih mengutamakannya. Apabila tauhidnya yang
kokoh, maka akan lemahlah yang lainnya. Dan sebaliknya, apabila keinginan dunia
yang lebih kokoh, maka akan lemahlah tauhidnya. Oleh karena itu, mengajarkan
dan menjelaskan ilmu tauhid kepada manusia merupakan kebaikan dan ihsan yang
terbesar kepada sesama makhluk.
Demikian pula, dia memiliki hawa nafsu dan keinginan
untuk meninggalkan sebagian kewajiban. Setiap kali tauhid di dalam hatinya
kokoh, dan kokoh pula pengetahuan hamba terhadap Rabb-nya, terhadap
rububiyyah-Nya, bahwasannya milik Allah-lah bumi ini seluruhnya, hati manusia
seluruhnya berada di antara jari-jariNya, bumi berada di dalam genggaman-Nya
pada hari kiamat, bahwasannya dunia ini di sisi Allah tidak lebih dari sayap
seekor lalat, Dia-lah yang mengatur alam semesta ini, Dia-lah yang memberi dan
mencegah, Dia-lah yang memberikan manfaat dan mendatangkan madharat, Dia-lah
yang merendahkan dan mengangkat, Dia-lah yang menggenggam dan membentangkan,
Dia-lah yang menciptakan, Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, Dia-lah yang
menyehatkan dan membuat sakit, Dia-lah yang membuat menjadi kaya atau miskin,
bahwa apa yang dikehendaki-Nya akan terjadi, sedangkan yang tidak Dia kehendaki
tidak akan terjadi, maka pada saat itu akan kokohlah tawakkal dan kecintaannya
kepada Allah. Selain itu, akan kokoh pula pengetahuan bahwasannya Allah-lah
yang berhak untuk diibadahi dan Dia-lah yang berhak terhadap berbagai jenis
ibadah. Di dalam hatinya terdapat kecintaan terhadap Allah dan tauhid, sehingga
dorongan untuk berbuat kejelekan menjadi lemah.
Tauhid dapat membebaskan seseorang dari penghambaan
terhadap sesama makhluk.
Di antara keutamaan tauhid adalah bahwa tauhid dapat
membebaskan seseorang dari penghambaan terhadap sesama makhluk dan
berlebih-lebihan dalam memandang mereka, menuju penghambaan yang paling mulia,
yaitu penghambaan kepada Dzat Yang Maha Esa, Yang Maha mendengar dan Maha
melihat.
Allah Ta’ala menguji hamba-hambaNya dan menjadikan
sebagian di antara mereka sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala,
”Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian
yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.” (QS.
Al-Furqan : 20)
Apakah makna,”Maukah kamu bersabar?” Allah Ta’ala
menjadikan orang fakir sebagai cobaan bagi orang kaya, dan sebaliknya, orang
kaya sebagai cobaan bagi orang fakir.