Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat
selamanya jika berpegang teguh padanya, yaitu Kitabullah (Al Quran) dan sunnah
rasul-Nya. (HR.Muslim)
“ Hidup dibawah naungan Al-Quran
Al-Karim itu nikmat, Kenikmatan yang tidak pernah diketahui oleh
siapapun selain oleh orang yang telah merasakannya…”
(Sayyid Quthb; Fi Zhilal al-Quran)
Hidup di bawah naungan Al-Qur’an adalah kenikmatan yang tidak bisa
diketahui kecuali oleh orang yang merasakannya. Kenikmatan hidup di bawah
naungan Al-Qur’an itulah yang menyebabkan para Sahabat, Tabiin, Tabiittabiin
dan generasi Islam sepanjang masa mampu menikmati hidup di dunia yang sementara
ini dengan sangat produktif dan penuh amal shaleh.
Bahkan, berbagai ujian dan cobaan yang menimpa mereka disebabkan hidup
di bawah naungan Al-Qur’an dan memperjuangkannya mereka rasakan sebagai minhah
(anugerah) yang dirasakan manisnya, bukan sebagai mihnah (kesulitan) yang
menyebabkan mereka berpaling dan menjauh dari Al-Qur’an. Mereka benar-benar
sebagai generasi Qur’ani yang hidup dan mati mereka bersama Al-Qur’an dan untuk
Al-Qur’an.
Terdapat perbedaan yang jauh antara generasi Qur’ani dengan generasi
yang belum dibentuk karakternya, pemikirannya dan prilakunya oleh Al-Qur’an.
Generasi Qur’ani adalah generasi terbaik sepanjang zaman. Generasi yang mampu
mengintegrasikan antara ucapan, keyakinan dan perbuatan. Hidup dan matinya
untuk Islam dan umat Islam. Setiap langkah hidupnya didasari Al-Qur’an.
Apa yang diperintah Al-Qur’an mereka kerjakan dan apa saja yang
dilarang Al-Qur’an mereka tinggalkan. Sebab itu mereka connected (tersambung)
selalu dengan Allah Ta’ala dalam semua ucapan, langkah dan perbuatan. Sedangkan
generasi yang bukan atau belum dibentuk Al-Qur’an adalah generasi yang
kontradiktif dan paradoks.
Karakter, pemikiran dan prilakunya bertentangan dengan Al-Qur’an,
kendati mereka hafal Al-Qur’an, memahami kandungan Al-Qur’an, fasih berbahasa
Al-Qur’an dan bahkan mungkin juga membagi-bagikan Al-Qur’an kepada masyarakat
dengan gratis.
Oleh sebab itu, tidak heran jika situasi dan kondisi yang dialami oleh
generasi Qur’ani sangat jauh berbeda dengan sitauasi dan kondisi yang dialami
oleh generasi yang bukan terbentuk berdasarkan Al-Qur’an. Generasi Qur’ani
adalah generasi yang cemerlang. Generasi yang semua potensi hidup yang Allah
berikan pada mereka dicurahkan untuk meraih kesuksesan di Akhirat, yakni syurga
Allah. Dunia dengan segala pernak pernikya, di mata mereka, tak lain adalah
sarana kehidupan yang hanya dicicipi sekedar kebutuhan.
Orientasi utama hidup mereka adalah kehidupan akhirat yang kekal abadi
dan tidak bisa dibandingkan sedikitpun dengan dunia dan seisinya. Allah
menjelaskan :
Katakanlah (wahai Muhammad Saw)! Maukah kamu aku khabarkan dengan yang
jauh lebih baik dari itu semua (harta, wanita, anak, istri dan seterusnya)?
Bagi mereka yang bertaqwa, akan mendapatkan di sisi Tuhan Penciptanya Syurga
yang mengalir dari bawahnya berbagai macam sungai. Mereka kekal di dalamnya dan
ada istri-istri yang suci (tidak haid dan tidak berkeringat) dan juga keridhoan
dari Allah (jauh lebih besar bagi mereka) dan Allah Maha Melihat
hamba-hamba-Nya. (QS. Ali Imran : 15)
Lain halnya dengan generasi yang karakter, pemikiran dan perilakunya
tidak dibentuk oleh Al-Qur’an. Mereka akan mencurahkan semua potensi diri yang
Allah berikan kepada mereka untuk kepentingan hidup di dunia yang sementara
ini. Sebab itu, pola fikir dan gaya hidup mereka hanya terfokus pada kehidupan
dunia, kalaupun ada untuk akhirat, itupun hanya waktu sisa, harta sisa dan
sisa-sisa ilmu dan tenaga.
Tak diragukan lagi, hidup mereka bagaikan hewan dan bahkan lebih
rendah dan lebih sesat lagi. Orang-orang seperti ini, di akhirat kelak akan
hina dan akan menjadi penghuni neraka, kendati di dunia secara formal sebagai
Muslim, hidup di komunitas Muslim dan sebagainya. Allah menjelaskan :
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan
dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf : 179)
Al-Qur’an itu telah memerdekakan orang-orang yang tadinya terjajah
oleh penguasa zhalim dan para pengusaha curang seperti yang dialami oleh kaum
Muslimin Makah dan sebagainya. Al-Qur’an itu telah berhasil membawa manusia
yang tadinya hidup tersesat kepada jalan hidup yang lurus, yang penuh berkah
seperti yang dialami oleh kalangan Muhajirin, Anshor dan generasi berikutnya.
Al-Qur’an itu telah berhasil memberikan pencerahan kepada manusia
terkait dahsyatnya kehidupan akhirat, di mana sebelum mereka berinteraksi
dengan Al-Qur’an mereka hanya mengetahui kehidupan dunia. Bahkan Al-Qur’an itu
telah pula berhasil menjelaskan hakikat Tuhan Pencipta, hakikat alam semesta,
hakikat manusia, hakikat kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
1.Meyakini Al-Qur’an itu datang dari Allah :
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan
yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Ali
Imran : 7)
2.Meyakini kebenaran isi Al-Qur’an :
Dan Kami turunkan (Al Qur’an) itu dengan sebenar-benarnya dan
Al-Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus
kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (QS.
Al-Isra’ : 105)
Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka
tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu
dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Yunus : 32)
3.Menerima Al-Qur’an dengan hati terbuka dan suka cita :
Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada
kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan
kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang
beriman. (QS. Al-A’raf : 2)
Kehidupan di bawah al-Quran merupakan kenikmatan yang tidak akan
dipahami dan diketahui kecuali oleh orang yang merasakannya (Sayid Qutub)