Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka
(penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh
jin.(QS.55.56)
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13).
Ayat itu diulang sebanyak 31 kali dalam Surah Ar-Rahmaan. Kerap membuat
siapapun tertegun membacanya. Betapa kita, sebagai makhluk-Nya, terkadang
terlalu sombong untuk sekadar mengucapkan ‘terima kasih’ kepada Sang Maha
Pencipta, Allah SWT. Menikmati ketentuan Allah atas untuk dioptimalkan sesuai
kemampuan yang dimiliki. Dengan begitu, akan menjadi pribadi yang sempurna.
Manfaat syukur akan menguntungkan pelakunya. Allah tidak akan memperoleh
keuntungan dengan syukur hamba-Nya dan tidak akan rugi atau berkurang
keagungan-Nya apabila hamba-Nya kufur. Jangan terlena hingga lupa dan mengklaim
itu adalah hasil jerih payah sendiri, tanpa menganggap Allah sebagai Maha
Pemberi. Karena, sikap seperti itu dapat menjerumuskan kepada kekufuran
terhadap nikmat Allah.
Sudah banyak sekali nikmat yang sudah Dia berikan. Akan tetapi banyak
manusia tidak mensyukurinya. Bukankah Allah SWT telah berfirman: ”Dan, Dia
telah memberikanmu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.
Dan, jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
(QS Ibrahim [14]: 34).
Sudah banyak sekali nikmat yang Dia berikan. Nikmat mencicipi manisnya
iman, nikmat menghirup udara segar, dan sebagainya.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13).
Allah telah memberi iming-iming yang menggiurkan untuk hamba-hamba-Nya yang
bersyukur, dan ancaman untuk hamba-hamba-Nya yang kufur, seperti yang termaktub
dalam Surah Ibrahim ayat 7: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.
Dan, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Bila berhubungan dengan pemberian yang sesuai impian, lalu bagaimana
dengan pemberian yang tidak sesuai dengan keinginan? Terkadang, sebagai
manusia, mengeluhkan atau tidak mensyukuri pemberian Allah SWT yang tidak
sesuai rencana. Padahal, tidak tahu kalau itu sebenarnya baik untuk. Dan
biasanya akan hanya terus menyalahkan keputusan-Nya. Mengeluh dan protes.
Jarang kita melihat sisi positif dari pemberian itu. Padahal, Allah selalu
memberikan yang terbaik untuk kita.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13).
Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah berupa rasa
lelahnya badan, rasa lapar yang terus menerus atau sakit, rasa sedih/benci yang
berkaitan dengan masa sekarang, rasa sedih/benci yang berkaitan dengan masa
lalu, gangguan orang lain pada dirinya, sesuatu yang membuat hati menjadi sesak
sampai-sampai duri yang menusuknya melainkan akan Allah hapuskan dengan sebab
hal tersebut kesalahan-kesalahannya” (HR Bukhori no 5641, Muslim no . 2573).
Pada saat ditimpa suatu musibah, maka janganlah cepat-cepat mengeluh.
Lihatlah sisi positifnya. Berpikirlah bahwa Allah sayang kepada makhlukNya,
karena Allah ingin segera menghapus dosa kita lewat ujian tersebut. Begitu juga
ketika keputusan Allah tidak sesuai harapan. Mungkin itu adalah untuk kebaikan
jangka panjang. Ingatlah, Allah akan memberikan apa yang diperlukan, bukan yang
diinginkan, karena bisa jadi apa yang diharapkan justru mendatangkan mudharat.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13).
Fakta menunjukkan, tak ada yang abadi di dunia ini. Segala kenikmatan bisa
lenyap seketika. Kekayaan, kedudukan, kecantikan, ketampanan, ketenaran,
kecerdasan, dan sebagainya bisa diambil kembali oleh Sang Maha Pemberi, Allah
SWT. Pinjaman Allah itu akan diminta kembali bila Sang Pemilik ingin
mengambilnya.
Banyak orang yang terpedaya dengan kehidupan dunia. Seolah-olah dunia
merupakan segalanya. Saking terpananya dengan bayangan dunia, sampai-sampai
banyak orang melupakan tempat untuk masa depannya yang abadi, yakni akhirat.
Mereka melupakan dan menyia-nyiakan nikmat yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Padahal, Allah kelak akan mempertanyakan semua kenikmatan yang telah diberikan
kepada hamba-Nya.
“Kemudian, kamu pada hari itu pasti akan dimintai pertanggungjawaban
atas seluruh kenikmatan (yang telah diberikan kepadamu).” (QS at-Takatsur
[102]: 8)
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13).
Mungkin, semasa di dunia manusia bisa berdalih. Ketika di akhirat kelak, mulut
manusia dikunci, tanpa bisa berkata sepatah kata pun. Nantinya akan ditanyakan
untuk apa nikmat-nikmat yang Allah SWT berikan, seperti umur, waktu, harta,
jabatan, kecantikan, kecerdasan, ilmu, dan lain-lain digunakan? Untuk taat kepada-Nya
atau justru untuk melanggar ketentuan-Nya? Semua itu akan dipertanyakan oleh
Sang Maha Pemberi.
Mustahil orang yang paham terhadap hakikat kenikmatan dunia akan
mengejar jabatan yang haram untuk diduduki, menggunakan kecerdasannya untuk
korupsi, serta memamerkan auratnya untuk mencari rezeki. Alhasil, kenikmatan
bisa menjadi ladang pahala bagi orang-orang yang menyadari hakikat pemberian
Sang Khalik kepadanya. Mereka akan menggunakan nikmat itu dalam koridor
perintah dan larangan-Nya.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13).
Tidak mungkin pula orang berakhlak mulia menggunakan mulutnya untuk mengucapkan
janji palsu dan kata-kata kotor kepada manusia lainnya, serta menggunakan
kedudukannya untuk menzalimi rakyat, dan sebagainya. Justru, tangan berbicara.
Kemudian, kaki-kaki menjadi saksi di hadapan Allah SWT atas seluruh tindakan
yang pernah kita lakukan di dunia (QS Yasin [36]: 65). Tidak ada sedikit pun
kebohongan di hadapan-Nya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS Al-Baqarah: 216)
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13).
Ada beberapa cara mensyukuri nikmat Allah swt. Pertama, syukur dengan hati. Ini
dilakukan dengan mengakui sepenuh hati apa pun nikmat yang diperoleh bukan
hanya karena kepintaran, keahlian, dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah
dan pemberian Alloh Yang Maha Kuasa. Keyakinan ini membuat seseorang tidak
merasa keberatan betapa pun kecil dan sedikit nikmat Alloh yang diperolehnya.
Kedua, syukur dengan lisan. Yaitu, mengakui dengan ucapan bahwa semua
nikmat berasal dari Alloh swt. Pengakuan ini diikuti dengan memuji Alloh
melalui ucapan alhamdulillah. Ucapan ini merupakan pengakuan bahwa yang paling
berhak menerima pujian adalah Allah.
Ketiga, syukur dengan perbuatan. Hal ini dengan menggunakan nikmat
Alloh pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya, yaitu dengan menjalankan
syariat , menta’ati aturan Alloh dalam segala aspek kehidupan
Sikap syukur perlu menjadi kepribadian setiap Muslim. Sikap ini
mengingatkan untuk berterima kasih kepada pemberi nikmat (Alloh) dan perantara
nikmat yang diperolehnya (manusia). Dengan syukur, ia akan rela dan puas atas
nikmat Allah yang diperolehnya dengan tetap meningkatkan usaha guna mendapat
nikmat yang lebih baik.
Selain itu, bersyukur atas nikmat yang diberikan Alloh merupakan salah
satu kewajiban seorang muslim. Seorang hamba yang tidak pernah bersyukur kepada
Alloh, alias kufur nikmat, adalah orang-orang sombong yang pantas mendapat
adzab Allah SWT.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13).
Orang yang berhasil mengelola kenikmatan dari Allah SWT merupakan orang yang
pandai bersyukur. Sebab, pada hakikatnya syukur adalah menampakkan nikmat
dengan menggunakannya pada tempatnya serta sesuai dengan kehendak pemberi. Sebaliknya,
terdapat pula orang yang kufur nikmat, yaitu menyia-nyiakan dan melupakan
nikmat Sang Maha Pemberi.