Berwudhu sebelum tidur


Disunnahkan berwudhu sebelum tidur, dan berbaring miring kesebelah kanan. Al-Bara’ bin ‘Azib Ra. Menuturkan, Rasulullah Saw bersabda, “apabila kamu tidur, maka berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shallat, kemudian berbaringlah dengan miring kesebelah kanan…” dan tidak mengapa berbalik ke sebelah kiri nantinya.

Penjelasan:
Berwudhu, di samping bernilai ibadah juga bermanfaat besar bagi kesehatan dan memiliki Rahasia Tersembunyi. Secara tidak sadar, kita selalu menyepelekan hal berwudhu. Karena sesungguhnya berwudhu tidak sekedar membasahkan muka dari air saja. Simak lebih lanjut kutipan dibawah ini.
Peneliti dari Universitas Alexsandria, dr musthafa syahatah, yang sekaligus menjabat sebagai Dekan Fakultas THT, menyebutkan bahwa jumlah kuman pada orang yang berwudhu lebih sedikit dibanding orang yang tidak berwudhu.

Di samping itu tentunya anjuran untuk berwudhu juga mengandung nilai ibadah yang tinggi. Sebab ketika seseorang dalam keadaan suci. Jika seseorang berada dalam keadaan suci, berarti ai dekat dengan Allah. Karena Allah akan dekat dan cinta kepada orang-orang yang berada dalam keadaan suci.
Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa tidur dimalam hari dalam keadaan suci (berwudhu’) maka Malaikat akan tetap mengikuti, lalu ketika ia bangun niscaya Malaikat itu akan berucap ‘Ya Allah ampunilah hamba mu si fulan, kerana ia tidur di malam hari dalam keadaan selalu suci’”. (HR Ibnu Hibban dari Ibnu Umar r.a.)

Hal ini juga ditulis dalam kitab tanqih al-Qand al-Hatsis karangan syekh muhamad bin umar an-nawawi al-mantany. Dari umar bin harits bahwa nabi bersabda: “Barangsiapa tidur dalam keadaan berwudhu, maka apabila mati disaat tidur maka matinya dalam keadaan syahid disisi allah. Maksudnya orang yang berwudhu sebelum tidur akan memperoleh posisi yang tinggi disisi Allah.

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa berwudhu sebelu tidur merupakan anjuran nabi yang harus dikerjakan bila seseorang ingin memperoleh kemuliaan disisi Allah.

Manfaat Berwudhu Sebelum Tidur
Pertama, merilekskan otot-otot sebelum beristirahat. Mungkin tidak terlalu banyak penjelasan. Bisa dibuktikan dalam ilmu kedokteran bahwa percikan air yang dikarenakan umat muslim melakukan wudhu itu merupakan suatu metode atau cara mengendorkan otot-otot yang kaku karna lelahnya dalam beraktifitas. Sangat diambil dampak positifnya bahwa jika seseorang itu telah melakukan wudhu, maka pikiran kita akan terasa rileks. Badan tidak akan terasa capek.

Kedua, mencerahkan kulit wajah. Wudhu dapat mencerahkan kulit wajah karena kinerja wudhu ini menghilangkan noda yang membandel dalam kulit. Kotoran-kotoran yang menempel pada kulit wajah kita akan senantiasa hilang dan tentunya wajah kita menjadi cerah dan bersih.


Ketiga, didoakan malaikat. Dalam sabda Beliau yang disinggung pada bagian atas, malaikat akan senantiasa memberikan do’a perlindungan kepada umat muslim yang senantiasa wudhu sebelum tidur. Padahal malaikat adalah makhluk yang senantiasa berdzikir kepada Allah. niscaya do’anya akan senantiasa dikabulkan pula oleh Allah. \Oleh karena itu, senantiasa berwudhu itu adalah hal yang wajib kita lakukan.
Share:

Menghindari Perkataan Jorok

Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Saw bersabda,“Seorang Mukmin itu bukanlah seorang pencela atau pengutuk atau yang keji pembicaraannya” (HR.al-Bukhari dalam al-Adab al-Muf-rad)

Penjelasan :
A.    Menjaga Lisan
Seorang muslim wajib menjaga lisannya, tidak boleh berbicara batil, dusta, menggunjing, mengadu domba dan melontarkan ucapan-ucapan kotor, ringkasnya, dari apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Sebab kata-kata yang merupakan produk lisan memiliki dampak yang luar biasa.

Perang, pertikaian antarnegara atau perseorangan sering terjadi karena perkataan dan provokasi kata. Sebaliknya, ilmu pengetahuan lahir, tumbuh dan berkembang melalui kata-kata. Perdamaian bahkan persaudaraan bisa terjalin melalui kata-kata. Ironinya, banyak orang yang tidak menyadari dampak luar biasa dari kata-kata. Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

"Sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang membawa keridhaan Allah, dan dia tidak menyadarinya, tetapi Allah mengangkat dengannya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang membawa kemurkaan Allah, dan dia tidak mempedulikannya, tetapi ia menjerumuskan-nya ke Neraka Jahannam" (HR. Bukhari)

Hadis Hasan riwayat Imam Ahmad menyebutkan, bahwa semua anggota badan tunduk kepada lisan. Jika lisannya lurus maka anggota badan semuanya lurus, demikian pun sebaliknya. Ath-Thayyibi berkata, lisan adalah penerjemah hati dan penggantinya secara lahiriyah. Karena itu, hadits Imam Ahmad di atas tidak bertentangan dengan sabda Nabi yang lain:

"Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal darah, jika ia baik maka baiklah seluruh jasad, dan bila rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, ia adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

B.     Berkata Baik Atau Diam
Adab Nabawi dalam berbicara adalah berhati-hati dan memikirkan terlebih dahulu sebelum berkata-kata. Setelah direnungkan bahwa kata-kata itu baik, maka hendaknya ia mengatakannya. Sebaliknya, bila kata-kata yang ingin diucapkannya jelek, maka hendaknya ia menahan diri dan lebih baik diam. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam." (HR. Al-Bukhari).

Al- Qur’an Surat Al Israa' Ayat 53 :
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: " Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”

Adab Nabawi di atas tidak lepas dari prinsip kehidupan seorang muslim yang harus produktif menangguk pahala dan kebaikan sepanjang hidupnya. Menjadikan semua gerak diamnya sebagai ibadah dan sedekah. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

"… Dan kalimat yang baik adalah sedekah. Dan setiap langkah yang ia langkahkan untuk shalat (berjamaah di masjid)adalah sedekah, dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah."(HR.Al-Bukhari).

Dalam ayat Al-Qur’an dijelaskan bahwa perkataan atau ucapan yang baik itu terpuji dan juga merupakan amal ibadah, karena akan mendapatkan pahala. Namun apabila sebaliknya maka kehancuran yang akan didapatkan.

Al -Quran SuratAl Hajj Ayat 24 :
“Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji.”

Al-Quran Surat Faathir Ayat 10 :
“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.”

C.    Sedikit Bicara Lebih Utama
Orang yang senang berbicara lama-lama akan sulit mengendalikan diri dari kesalahan. Kata-kata yang meluncur bak air mengalir akan menghanyutkan apa saja yang diterjangnya, dengan tak terasa akan meluncurkan kata-kata yang baik dan yang buruk.


Share:

Janganlah Kamu membicarakan semua yang kamu dengar

Janganlah Kamu membicarakan semua yang kamu dengar. Abu Hurairah SA didalam hadistnya menuturkan, Rasulullah Saw bersabda; “ Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang apabila ia membicarakan semua yang telah ia dengar.” (HR.Muslim)

Penjelasan:
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila menceritakan segala hal yang ia dengar.” [HR. Muslim dari Hafsh bin ‘Ashim radhiyaLlaahu’anhu]

“Adapun makna hadits ini dan makna atsar-atsar yang semisalnya adalah, peringatan dari menyampaikan setiap berita yang didengarkan oleh seseorang, karena biasanya ia mendengar kabar yang benar dan yang dusta, maka jika ia menyampaikan setiap yang ia dengar, berarti ia telah berdusta karena menyampaikan sesuatu yang tidak terjadi.” [Syarh Shahih Muslim, 1/75]

“Maksudnya adalah, jika ia tidak memastikan kebenaran suatu berita yang ia dengar (maka ia dianggap pendusta), sebab biasanya berita yang ia dengar terkadang benar dan terkadang dusta, maka jika ia menyampaikan semua yang ia dengar, ia tidak akan lolos dari kedustaan.” [Faidhul Qodir, 5/3]

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”. (QS. An Nahl [16] : 116).


“Hal ini merupakan pembahasan yang agung yaitu seputar ilmu. Seseorang hendaklah ia tidak berbicara tentang sesuatu yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya. 

Jika dia mengetahui sesuatu tentangnya hendaklah ia berbicara sebatas keilmuannya namun apabila ia tidak mengetahuinya maka hendaklah ia tidak mengatakan sesuatu tentangnya. 

Tidak boleh berbicara dalam masalah agama tanpa ilmu namun hendaklah ia diam dan mengatakan ‘Allahu a’lam”.
Share:

Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi kamu

Hadits Rasulullah Saw, menyatakan; “Termasuk kebaiakan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya” (HR.Ahmad dan Ibnu Majah dan di Sahihkan oleh al-Albani)
Penjelasan: 
Allah Azza wa Jalla berfirman.
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban” [Al-Israa : 36]

Keislaman seseorang ada yang baik dan ada yang tidak baik. Salah satu bentuk kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (berguna) baginya dalam kehidupan dunia maupun akhirat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak peting (berguna) baginya” “. (Hadits Hasan riwayat Tirmidzi dan lainnya)

Contoh Hal-hal yang tidak penting dan tidak berguna bagi seseorang:
  • Segala macam bentuk kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan adalah hal-hal yang bukan saja tidak penting bahkan lebih dari itu justru memberikan kemudharatan dan kerugian di dunia dan akhirat.
  • Ingin ikut campur urusan orang lain padahal tidak ada kaitannya dengan dia.
Dan barangsiapa yang menyimak percakapan satu kaum padahal mereka tidak suka (didengar) atau akan menjauh darinya (jika tahu), akan dituangkan timah panas pada telinganya di hari kiamat (H.R alBukhari)

Termasuk bagian ini adalah ingin mengetahui kabar keseharian orang lain yang tidak penting untuk diketahuinya. Sebagian saudara kita kaum muslimin ada yang ikut-ikutan kebiasaan orang kafir untuk selalu mengikuti gosip maupun aktifitas keseharian para selebritis. Sungguh suatu hal yang sia-sia dan tidak berguna.

Demikian juga sikap sebagian orangtua yang terlalu masuk dalam urusan rumah tangga anaknya yang sudah berkeluarga. Tidak sedikit perceraian terjadi karena hal ini, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Athiyyah bin Muhammad Salim dalam Syarh alArbain anNawawiyyah. 

Seharusnya permasalahan rumah tangga sebisa mungkin tidak melibatkan pihak lain, kecuali jika keadaan mendesak dan butuh nasehat dari orang lain yang sholeh.
Share:

Berbicara dengan suara yang dapat didengar


Hendaklah seseorang berbicara dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapanya jelas, dapat dipahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.

Penjelasan:
“Sesungguhnya Allah ta’ala telah berbicara dengan Al-Qur’an Al-Majiid dan dengan seluruh huruf-hurufnya. Allah ta’ala berfirman : ‘Alif Laam Miim’. Alif Laam Miim Shaad. Qaaf, dan demi Al-Qur’an yang sangat mulia’. 

Dan begitu yang terdapat dalam hadits : ‘Allah memanggil pada hari kiamat dengan suara yang dapat didengar dari jauh seperti halnya didengar dari dekat’. Juga dalam hadits :
"Aku tidak mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf; akan tetapi alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf’” [Risaalah fii Itsbaat Al-Istiwaa’ wal-Fauqiyyah oleh Al-Juwainiy)

Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Seperti halnya dalam nasehat menasehati pada seseorang dengan mengatur nada bicara dan menghjhidari pokok pembicaraan yang dapat menyinggung perasaan orang lain. 

Aisyah Radhiallaahu 'anha telah menuturkan: 
"Sesungguhnya Nabi apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya".(Mutta-faq'alaih).

Berbicara harus jelas dan benar, sebagaimana dalam hadits Aisyah ra: 
"Bahwasanya perkataan rasuluLLAH Sholalllohu 'Alaihi Wasalam itu selalu jelas sehingga bias difahami oleh semua yang mendengar." (HR Abu Daud)

Share:

Agama itu Muda

Agama itu mudah. Maka jika seseorang mempersulit agama, maka dia pasti dikalahkan oleh agama. "Bertindaklah tepat, lakukan pendekatan, sebarkan berita gembira, permudahlah dan gunakan siang dan malan hari sedikit fajar sebagai penolongmu." (HR.Bukhari)


Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani menerangkan ungkapan "Sesungguh agama itu mudah" dalam kitab yg tiada banding (yg bernama) : Fathul Baariy Syarh Shahih Al-Bukhari 1/116. Beliau berkata : "Islam itu ialah agama yg mudah, atau dinamakan agama itu mudah sebagai ungkapan lebih (mudah) dibanding dgn agama-agama sebelumnya. Karena Allah Jalla Jalaluhu mengangkat dari umat ini beban (syariat) yg dipikulkan kpd umat-umat sebelumnya. Contoh yg paling jelas tentang hal ini ialah (dalam masalah taubat), taubat umat terdahulu ialah dgn membunuh diri mereka sendiri. Sedangkan taubat umat ini ialah dgn meninggalkan (peruntukan dosa) dan berazam (berkemauan kuat) untuk tdk mengulangi.

Kalau kita melihat hadits ini secara teliti, dan melihat kalimat sesudah ungkapan "agama itu mudah", kita dpti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi petunjuk kpd kita bahwa seorang muslim berkewajiban untuk tdk berlebih-lebihan dalam perkara ibadahnya, sehingga (krn berlebih-lebihan) ia akan melampui batas dalam agama, dgn memuntuk perkara bid'ah yg tdk ada asal dalam agama.

Dan hendak mereka tdk memuntuk-muntuk perkara yg tdk ada asal dalam agama ini, krn mereka sekali-kali tdk akan mampu (mengamalkannya), (sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) " Maka sekali-kali tdklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan".

Maka ungkapan "Agama itu mudah" makna ialah : "Bahwa agama yg Allah Jalla Jalaluhu turunkan ini semua mudah dalam hukum-hukum, syariat-syariatnya". Dan kalaulah perkara (agama) diserahkan kpd manusia untuk memuntuknya, niscaya seorangpun tdk akan mampu beribadah kpd Allah Jalla Jalaluhu.

Maka jika orang-orang yg menyelisihi syariat tdk mendptkan "kekhususan" (tdk mendpt celah sebagai pembenaran atas peruntukan mereka) dgn hadits diatas, mereka akan lari kpd hadits-hadits lain, yg dgn mereka berhujjah bagi peruntukan mereka yg menggampang-gampangkan dalam perkara agama.

Diantara hadits-hadits yg mereka jadikan alasan dalam masalah ini, ialah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Arti : Sesungguh Allah menyukai keringanan-keringanan diambil sebagaimana Dia membenci kemaksiatan didatangi/dikerjakan"
Dalam riwayat lain.

Wajib bagi kita untuk mengetahui bahwa keringanan-keringanan dalam agama Islam banyak sekali, diantara : berbuka musafir ketika bepergian, orang yg tertinggal dalam shalat boleh mengqadha (mengganti), orang yg tertidur atau lupa boleh mengqadha shalat, orang yg tdk mendptkan binatang sembelihan dalam haji tamattu boleh berpuasa, tayamum sebagai ganti wudhu ketika tdk ada air atau ketika tdk mampu untuk berwudhu … dan lain diantara keringanan yg banyak tdk diamalkan kecuali jika terdpt kesulitan dalam melaksanakan perintah yg sebenarnya.

Dan perlu kita perhatikan, bahwa keringanan-keringanan ini ialah syari'at Allah Jalla Jalaluhu dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dgn izin Allah Jalla Jalaluhu). Dan tdk diperbolehkan seorang muslim manapun, untuk mendatangkan (mengada-ada) keringanan (dalam masalah agama) tanpa dalil, krn hal ini ialah termasuk mengadakan perkara baru dalam agama yg tdk berdasar.

Dan perhatikanlah wahai saudaraku sesama muslim (surat Al-Baqarah ayat 185), yg menceritakan tentang puasa dan keringanan berbuka bagi orang yg sakit atau bepergian, lalu firman Allah Jalla Jalaluhu sesudah ayat itu.

"Arti : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tdk menghendaki kesukaran bagimu" [Al-Baqarah : 185]

Makna ini menerangkan makna mudah (menurut Allah Jalla Jalaluhu), yg makna ialah keringanan itu datang dari sisi Allah saja, tiada sekutu bagiNya. Atau (keringanan itu) dari syariat Rasulullah Shallallahju 'alaihi wa sallam dgn wahyu dari Allah Jalla Jalaluhu. Ayat ini juga menerangkan bahwa makna mudah itu dgn mengikuti hukum Allah Jalla Jalaluhu (yg tiada sekutu bagiNya) dan mengikuti syariatNya. Inilah yg bekenaan dgn hadits yg pertama tadi.

Tafsir kedua hadits yg lalu berhubungan dgn para da'i yg menyeru kpd agama Islam. Dalam kedua hadits itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memantapkan kaidah penting dari kaidah-kaidah dasar dakwah kpd Allah Jalla Jalaluhu, yaitu berdakwah dgn lemah lembut dan tdk kasar. Maka dakwah para dai yg sepatut disampaikan pertama kali kpd orang-orang non muslim ialah Syahadat, lalu Shalat, Puasa , Zakat. Kemudian (hendaknya) mereka menjelaskan kpd manusia tentang sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu menerangkan amal peruntukan yg wajib, yg sunnah dan yg makruh. Jika melihat suatu kesalahan yg disebabkan krn kebodohan atau lupa, maka hendaklah bersabar dan mendakwahi manusia dgn penuh kasih sayg dan kelembutan serta tdk kasar. Allah Jalla Jalaluhu berfirman.

"Arti : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekira kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu" [Ali Imran : 159]

"Bertaqwalah kpd Allah Jalla Jalaluhu dan ikutilah apa yg diperintahkan kpd kalian, dan jauhilah laranganNya, dan tahanlah (diri kalian) dari merubah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan takutilah suatu hari yg kalian dikembalikan kpd Allah Jalla Jalaluhu lalu setiap jiwa akan disempurnakan dgn apa yg ia usahakan. Dan takutlah kalian jangan sampai diharamkan dari mendatangi telaga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lantaran kalian mengganti agama Allah Jalla Jalaluhu dan merubah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam".


Saya mengharapkan dari Allah Jalla Jalaluhu yg Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri agar memberi petunjuk kpd kita dan kaum muslimin seluruh untuk mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah NabiNya, dan agar Allah Jalla Jalaluhu mengajarkan kpd kita ilmu yg bermanfaat, dan memberi manfaat dari apa yg Dia ajarkan, serta memelihara kita dari kejahatan peruntukan bid'ah dan penyelewengan, serta kejahatan mengubah dan mengganti (syariat Allah).
Share:

Intropeksi diri sebelum tidur


Intropeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap Muslim untuk melakukan muhasabah (Intropeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah Swt, dan jika sebaliknya, maka hendaknya segera memohon ampunanNya, kembali dan bertaubat kepadaNya.

Penjelasan Muhasabah
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiapb diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. [Q.S.Al-Hasyr (59):18]

Pengertian Muhasabah
Muhasabah berasal dari kata hasibah yang artinya menghisab atau menghitung.Dalam penggunaan katanya, muhasabah diidentikan dengan menilai diri sendiri atau mengevaluasi, atau introspeksi diri.
Dari firman Allah di atas tersirat suatu perintah untuk senantiasa melakukan muhasabah supaya hari esok akan lebih baik.

Urgensi Muhasabah
Hari berganti hari, demikian juga dengan bulan dan tahun. Kalau kita memperhatian pergantian waktu ini, sesungguhnya kehidupan dunia makin lama makin menjauh sedang pada kesempatan yang sama kehidupan akhirat makin mendekat.

Firman Allah dalam Al Qur’an :

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati “ (Q. S. Ali Imran. 3:185), kemudian sesudah mati kita akan dihidupkan kembali, sebagaimana firman-Nya :
”Sesungguhnya kamu akn dibangkitkan sesudah mati “ (Q. S. Huud, 11 : 7)

Maka dalam melakukan muhasabah, seorang muslim menilai dirinya, apakah dirinya lebih banyak berbuat baik ataukah lebih banyak berbuat kesalahan dalam kehidupan sehari-harinya. Dia mesti objektif melakukan penilaiannya dengan menggunakan Al Qur’an dan Sunnah sebagai dasar penilaiannya bukan berdasarkan keinginan diri sendiri.

Oleh karena itu melakukan muhasabah atau introspeksi diri merupakan hal yang sangat penting untuk menilai apakah amal perbuatannya sudah sesuai dengan ketentuan Allah. Tanpa introspeksi, jiwa manusia tidak akan menjadi baik.

Umar r.a. mengemukakan:
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk akhirat (yaumul hisab).

Al Hasan mengatakan : orang-orang mumin selalu mengevaluasi dirinya karena Allah. Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia”.
Maimun bin Mihran r.a. menyampaikan:

RESEP MAKANAN ENAK : Bubur Kwantung

“Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya”.
Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah SWT. sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Firman Allah:

“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” [QS. Maryam (19): 95]

Aspek Muhasabah diantaranya adalah:

1. Aspek Ibadah yang berhubungan dengan Allah
Dalam pelaksanaan ibadah ini harus sesuai dengan ketentuan dalam Al-Quran dan Rosul-Nya. Dalam hal ini Rasulluh SAW telah bersabda : “Apabila ada sesuatu urusan duniamu, maka kamu lebih mengetahui. Dan apabila ada urusan agamamu, maka rujuklah kepadaku “.(HR. Ahmad)

2. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki
Aspek ke dua ini sering dilupakan bahkan ditinggalkan dan ditakpedulikan. Karena aspek ini diangggap semata-mata urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda: "Tidak akan bergerak telapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya."(HR. Turmudzi)

3. Aspek Kehidupan Sosial
Aspek kehidupan sosial dalam artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengansesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat penting sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda: "Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu ?"
Sahabat menjawab:

“Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.”

Rasulullah saw. bersabda:
Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa), menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain.

4. Aspek Dakwah
Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena menyangkut
dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari da"wah
itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan
masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi,
banyak istighfar dan taubat dsb.

Muhasabah dapat diraih dengan melakukan hal-hal berikut:
1. Melakukan perbandingan sehingga menjadi terlihat kelalaian yang selama ini belum disadari.
2. Memikirkan kelemahan yang ada dalam diri.
3. Hendaknya ditanamkan dalam diri rasa takut kepada Allah SWT
4. Menanamkan ke dalam dirinya perasaan bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah dan bahwa Allah melihat semua yang tersembunyi dalam dirinya, karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengetahuan Allah.


Share:

Berbuatlah Baik Terhadap Sesama

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung" (QS. Ali-Imran [3] : 104)


Diantara kasih sayang Allah kepada hambaNya adalah perintah untuk selalu berbuat kebaikan, karena kebaikan itu akan kembali kepada dirinya.  Ini adalah untuk kemashlahatan manusia agar bisa selamat dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat.

Dalam surat an Nahal 90 Allah telah menyuruh manusia untuk berbuat kebaikan dan sekali gus melarang manusia untuk berbuat keji dan mungkar. “Innallaha ya’muru bil a’dli wal ihsaan, wa-itaa- idzil qurba wa yanhaa ‘anil fahsyaa-i  wal munkari wal baghyi. Ya’izhukum la’alakum tadzakkaruun” Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Sungguh Allah telah sangat banyak  berbuat baik kepada hamba hamba-Nya dan Allah memerintahkannya untuk berbuat baik pula. Allah berfirman :

“Wa ahsin kamaa ahsanallahu ilaika” Berbuat  baiklah (kepada manusia) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu. (Q.S al Qashash 77).

Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang pastilah kebaikan itu akan  kembali kepadanya. Jika seseorang suka menolong pasti akan ditolong, jika seseorang suka memaafkan pasti akan dimaafkan. Jika seseorang suka memudahkan urusan orang lain maka pada suatu waktu dia mendapat kesulitan pasti akan ada saja yang menolongnya, insya Allah.  Begitupun sebaliknya. Ini sunatullah. Allah berfirman : “In ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa’tum falahaa” Jika kamu berbuat baik (berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat buruk , maka (keburukan) itu bagi dirimu sendiri.

Allah berfirman : “Hal jazaa-ul ihsan illal ihsaan” Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) Q.S ar Rahmaan 60.

Jadi, sangatlah dianjurkan untuk senantiasa berbuat kebaikan. Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalllam mengingatkan kita untuk tidak berbuat keburukan kepada orang lain. Beliau bersabda : “Al muslimu man salimal muslimuuna min lisaanihi wa yadih”. Orang Islam itu ialah orang yang selamat orang Islam lainnya dari gangguan lidah dan tangannya (H.R Imam Ahmad, dari Abu Hurairah)
 
Tidak mengganggu dan tidak menyusahkan orang lain. Inilah fase awal dalam berbuat baik. Andaikata seseorang belum mampu berbuat kebaikan maka paling tidak janganlah mengganggu atau menyusahkan orang lain. Tidak mengganggu atau tidak menyusahkan orng lain juga sudah termasuk sebagai kebaikan

Melakukan yang bermanfaat bagi orang lain. Ini fase kedua dalam berbuat kebaikan. Seorang hamba hendaknya memberi manfaat bagi orang lain. Sekecil apapun akan ada nilainya disisi Allah. Diantaranya memberi salam dengan senyum kepada sesama muslim.

Berbuat yang lebih baik kepada orang yang telah berbuat baik. Ini fase ketiga dalam berbuat kebaikan. Allah berfirman : “Wa idzaa huiyiitum bi tahiyyatin fahaiyuu biahsana minhaa au rudduuhaa. Innnallaha kaana ‘alaa kulli syai-in hasiibaa” Dan apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu (Q.S an Nisa’ 86).

Membalas perbuatan buruk dengan kebaikan. Inilah tingkat paling tinggi dalam berbuat kebaikan. Tabiat manusia adalah selalu ingin membalas keburukan yang diterimanya, bahkan ada yang ingin membalas dengan keburukan yang lebih besar. Islam membolehkan membalas keburukan dengan keburukan yang setimpal. Tapi berbuat baik yaitu dengan tidak membalas atau bersabar bahkan kalau membalas adalah dengan kebaikan maka itu lebih utama.

Ingatlah akan firman Allah : “Wain ‘aaqabtum fa’aqibuu bimitsli maa ‘uuqibtum bihii, wala-in shabartum lahum khairul lish shaabiriin” Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang orang yang bersabar (Q.S al Hajj 60).  

Seseorang yang melakukan kebaikan haruslah semata mata karena Allah.  Hanya karena mengharapkan pahala dan balasan dari-Nya. Misalnya dalam hal berinfak, maka haruslah dilakukan semata mata karena Allah sehingga bernilai disisi-Nya. Allah berfirman : “Illabtighaa-a wajhi rabbihil a’laa.” Tetapi (ia memberi itu semata mata) karena mencari keridhaan Rabbnya yang Mahatinggi (Q.S al Lail 20). Jangan  mengharap  balasan dari manusia. Sebuah ungkapan menyebutkan bahwa jika engkau telah berbuat kebaikan buanglah kelaut. Maksudnya tidak perlu disebut sebut, jangan diungkit ungkit. Lupakan saja. Insya Allah kebaikan itu akan tetap ada pada catatan amal kita sampai hari Kiamat.

Jika seseorang  berharap balasan dari manusia ujung-ujungnya adalah kekecewaan karena kemampuan manusia untuk membalas kebaikan sangatlah terbatas. Ketahuilah bahwa manusia itu sedikit sekali yang mau berterima kasih. Jangankan berterima kasih kepada sesama manusia, berterima kasih (baca : bersyukur)   kepada Allah juga  masih banyak manusia yang tidak melakukannya. Allah berfirman : “Wa qalilun min‘ibaadiayas syakuur.” Dan sedikit sekali dari hamba hamba-Ku yang bersyukur (Q.S Saba’ 13).

Padahal Allah telah memberikan nikmat yang sangat  banyak dan tidak terhitung jumlah dan jenisnya. Allah berfirman : Wa aataakum min kulli maa sa-altumuuh Wain ta’uddu ni’matallahi laa tuhsuha. Innal insaana lazhaluumun kaffar”. Dan Dia telah memberikan kepadamu segala yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) Q.S Ibrahim 34.

Jadi janganlah berharap terima kasih atau balasan dari manusia. Cukuplah dengan balasan dari Allah saja.
Perhatikanlah firman Allah dalam surat al Insaan ayat 8 dan 9, berikut ini : Wa yuth’imuunath tha’ama ‘ala hubbihii miskinan wa yatiiman wa asiiraa. Innama nuth’imukum li wajhillahi, la nuriidu minkum jazaa-a walaa syukuuraa”.

Dan memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.


Share:

Putri Mandi


Kue bugis (Putri Mandi) adalah kue Indonesia atau camilan tradisional dari kue tepung beras ketan halus, diisi dengan kelapa parut manis. Nama tersebut disarankan untuk dikaitkan dengan kelompok etnis Bugis Sulawesi Selatan sebagai kelezatan tradisional mereka, dan ini berasal dari Makassar . Di Jawa , kue yang hampir identik disebut kue mendut .  Kue bugis, bersama dengan kue lapis dan nagasari termasuk kue kering tradisional atau makanan ringan tradisional Indonesia, yang biasa ditemukan di pasar tradisional Indonesia sebagai pasar jajan (kudapan pasar).

Kue itu terbuat dari tepung ketan ( ketan ) sebagai kulit, diisi dengan daging kelapa parut yang dipermanis dengan gula aren. Kulitnya terbuat dari adonan pipih yang terbuat dari campuran tepung beras ketan, tepung terigu, kentang tumbuk, santan ( santan ), gula pasir dan garam, dan diwarnai dengan suji atau pandan berwarna hijau. Mengisi manisnya terbuat dari kelapa parut, gula aren , garam, dan daun pandan untuk aroma. Kue kue tradisional dibungkus daun pisang , biasanya daun pisang muda yang warnanya tipis dan hijau kekuningan, namun versi kontemporer mungkin menggunakan pembungkus plastik.

Ada beberapa versi kue bugis, yang biasa adalah kue lap berwarna hijau yang didapat dari daun suji atau pandan. Versi lainnya termasuk bugis kue hitam yang menggunakan ketan hitam atau tepung beras ketan hitam. varian lainnya disebut kue bugis mandi yang merupakan bola hijau yang dilapisi lapisan keputihan yang terbuat dari nasi ketan putih dengan santan.

Bahan :
  • 250 gr tepung ketan
  • 50 gr tepung sagu
  • 250 ml santan dari 1/2 btr kelapa
  • 1/2 sdt garam
  • 1 sdm gula pasir
  • 1/3 sdt pasta pandan
  • Daun pisang secukup nya



Isi Kue Putri Mandi :
  • 1/3 btr kelapa yg setengah tua, parut memanjang
  • 100 gr gula merah, sisir halus
  • 50 gr gula pasir
  • 1 lbr daun pandan, potong-potong
  • 1/3 sdt vanili
  • 100 ml air

Bahan Saus Siram:
  • masak hingga mendidih
  • 300 ml santan dari 1/2 btr kelapa
  • 2 sdm tepung beras
  • 1/2 sdt garam 

Cara membuat :
  • Kita kerjakan terbih dahulu untuk pembuatan isi :
  • Campurkan bahan isi, kemudian aduk rata. Setelah rata masak dalam panci anti lengket dengan menggunakan api yang sedang, masak hingga air habis dan adonan kelapa menjadi kering. Kemudian angkat dan sisihkan.
  • Sekarang yang kita kerjakan untuk bahan lapisan luar atau kulit nya:
  • Campurkan tepung ketan, tepung sagu, dan garam, uleni sambil tuangkan sedikit demi sedikit santan hingga santan habis. Kemudian tambahkan pasta pandan, kembali kita uleni hingga pasta pandan tercampur rata dan adonan bisa dibentuk.
  • Setelah itu bagi adonan menjadi 20 bahagian, masing-masing bagian dibentuk pipih, kemudian beri 1/2 sdt bahan isi. Letakkan isi pas ditengah adonan. Lakukan hingga adonan selesai kita beri isi., kemudian sisihkan.
  • Setelah itu siapkan daun pisang,buat menjadi takir segi 4, kemudian tuangkan 1 sdm santan kedalam takir daun pisang nya, dan beri bulatan adonan tepung yang tadi telah kita isi kelapa parut. Kemudian kukus dalam dandang selama lebih kurang 30 menit. Setelah matang angkat dari dandang kukusan, dan dingin kan terlebih dahulu. Siap disajikan.



Share:

SELAMAT DATANG

Translate

ARTIKEL POPULER

Artikel Bermanfaat Bagi Kehidupan

POSTINGAN TERBARU

Analisa GOLD 26 Nopember 2021

mari kita simak XAUUSD dalam 1 Jam untuk menentukan Level harga Support dan Resistance intraday berikut: Resistance2 (R2) : 1812...

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Label Clouds