Wahai Isteri-isteri orang-orang mukmin, hendaknya kalian saling
memberi hadiah meskipun hanya berupa telapak kaki (kikil) kambing, karena itu
akan menumbuhkan cinta, dan menghilangkan rasa dengki. (HR.Tabrani)
Saling memberi hadiah adalah hal yang mestinya dibiasakan. Namun
demikian hal itu mesti diselaraskan dengan syariat. Tidak memberikan kepada
lawan jenis jika tidak aman dari fitnah. Tidak pula memberikannya karena
dikaitkan dengan perayaan tertentu yang merupakan budaya non-Islam seperti
ulang tahun, Valentine’s Day, dan sebagainya.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.”
(HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan Al-Imam Al-Albani t
dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601)
Hadits yang mulia di atas menunjukkan bahwa pemberian hadiah akan
menarik rasa cinta di antara sesama manusia, karena tabiat jiwa memang senang
terhadap orang yang berbuat baik kepadanya. Inilah sebab disyariatkannya
memberi hadiah. Dengannya akan terwujud kebaikan dan kedekatan. Sementara agama
Islam adalah agama yang mementingkan kedekatan hati dan rasa cinta.
Allah berfirman:
“Ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika sebelumnya (di masa
jahiliah) kalian saling bermusuhan lalu ia menjinakkan (mempersaudarakan)
hati-hati kalian maka kalian pun dengan nikmat-Nya menjadi orang-orang yang
bersaudara.” (Ali ‘Imran: 103) [Taudhihul Ahkam, 5/127, 128]
Hadiah menumbuhkan cinta yang berarti akan mengusir kebencian,
permusuhan, dan kedengkian di dalam hati. Ada hadits yang datang dalam hal ini
namun sangat disayangkan haditsnya lemah berikut seluruh syawahid-nya, yaitu
hadits:
“Saling menghadiahilah kalian karena sesungguhnya hadiah itu akan
mencabut/menghilangkan kedengkian.” (HR. Ibnu Mandah, lihat pembahasannya dalam
Irwa`ul Ghalil, 6/45, 46)
Memberi Hadiah kepada Sesama Wanita
Abu Hurairah z menyampaikan sabda Nabi kepada para wanita:
“Wahai wanita-wanita muslimah, jangan sekali-kali seorang tetangga
menganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun hanya
sepotong kaki kambing.” (HR. Al-Bukhari no. 2566 dan Muslim no. 2376)
Hadits di atas berisi hasungan untuk melakukan kebajikan sebagai salah
satu akhlak kaum muslimin dan muslimat, di mana merekalah yang sepantasnya
mempunyai sifat yang mulia ini. Sebagaimana hadits ini juga menunjukkan
keutamaan memberikan hadiah kepada sesama, dan ada keterangan tentang hak tetangga
yang harus diperlakukan dengan baik. Sampai-sampai Rasulullah berpesan kepada
Abu Dzar z:
“Wahai Abu Dzar, bila engkau
memasak makanan berkuah maka perbanyaklah air/kuahnya dan berikanlah kepada
tetanggamu.” (HR. Muslim no. 6631)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menyatakan bahwa hadits Abu
Hurairah di atas memberikan isyarat
ditekankannya memberikan hadiah walaupun dengan sesuatu yang sedikit/kecil, dan
ditekankannya menerima pemberian/hadiah walaupun sedikit/tidak berarti. (Fathul
Bari 5/244, 245)
Dalam hadits ini terdapat bimbingan:
Pertama: kepada si pemberi/pihak yang menghadiahkan, janganlah menahan
diri untuk memberi hadiah kepada tetangganya karena menganggap kecil dan remeh
hadiah yang akan diberikan. Sedikit lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Jangan ia menganggap tiada berarti apa yang ada pada dirinya. Bahkan hendaknya
ia menghadiahkan apa yang mudah baginya. Karena Allah k telah berfirman:
Siapa yang mengerjakan kebaikan walau seberat dzarrah (semut yang
sangat kecil) niscaya nanti ia akan melihat (balasan)nya. (Al-Zalzalah: 7)
Rasulullah pun bersabda:
“Maka jagalah diri kalian dari neraka walaupun dengan bersedekah
sepotong belahan kurma.” (HR. Al-Bukhari no. 6539 dan Muslim no. 2345)
Perlu diketahui, maksud dari hadiah itu adalah pengaruhnya secara
maknawi, bukan materi dan manfaatnya secara material semata. Sungguh yang
namanya hadiah walaupun kecil/sedikit akan dapat menumbuhkan cinta dan
persaudaraan.
Al-Hafizh t dalam Fathul Bari menyebutkan hadits Aisyah Ummul Mukminin
x yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani:
“Wahai wanita-wanitanya kaum
mukminin, saling menghadiahilah kalian walaupun hanya dengan sepotong kaki
kambing, karena yang demikian itu akan menumbuhkan rasa cinta dan menghilangkan
kedengkian.”
Kedua: Bagi yang dihadiahi sepantasnya menerima hadiah yang diberikan
tetangganya tersebut dan jangan menganggapnya remeh. (Al-Minhaj 7/121, Fathul
Bari 5/245, Subulus Salam 5/241)
Memberi Hadiah kepada Lawan Jenis
Seorang wanita dibolehkan memberi dan menerima hadiah dari laki-laki
yang bukan mahramnya, demikian pula sebaliknya, dengan catatan apabila aman
dari fitnah. Hal ini tidaklah bertentangan dengan kisah yang disebutkan dalam
Al-Qur`anul Karim tentang Ratu negeri Saba` dengan Nabi Sulaiman. Dikisahkan,
ratu ini berkata kepada kaumnya:
“Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
membawa hadiah dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh
utusan-utusan itu.” (An-Naml: 35)
Ternyata hadiah dari sang ratu ditolak oleh Nabi Sulaiman
“Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata,
‘Apakah patut kalian menolong aku dengan harta? Maka apa yang diberikan Allah
kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepada kalian, tetapi
kalian merasa bangga dengan hadiah kalian’.” (An-Naml: 36)
Nabi Sulaiman menolak hadiah
Ratu Saba’ karena hadiah tersebut merupakan sogokan agar Nabi Sulaiman
membiarkan keberadaan kerajaan Ratu Saba’ berikut kebiasaan mereka menyembah
matahari.
Al-Imam Al-Qurthubi berkata, “Nabi menerima hadiah dan membalasnya,
namun beliau tidak menerima sedekah. Demikian pula Nabi Sulaiman dan seluruh
para nabi, shalawat Allah atas mereka semuanya.
Adapun penolakan Nabi Sulaiman terhadap hadiah yang diberikan Balqis
(Ratu Saba`) karena Balqis menjadikan penerimaan dan penolakan hadiah tersebut
sebagai tanda terhadap apa yang ada dalam jiwanya berdasarkan apa yang kita
telah sebutkan. Yakni, ia ingin menguji apakah Sulaiman seorang raja ataukah
seorang nabi. Karena dalam suratnya Nabi Sulaiman menyatakan kepada sang ratu:
“Janganlah kalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kalian
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (An-Naml: 31)