Kultum : Allah Ta’ala Tidak Memandang Postur Tubuhmu

Sungguh Allah Ta’ala tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula kedudukan maupun harta kekayaanmu, tetapi Allah memandang hatimu. Barangsiapa memiliki hati yang saleh, niscaya Allah akan menyukainya. Bani Adam yang paling dicintai Allah ialah yang paling takwa. (HR.Ath-TAbrani dan Muslim)

Penjelasan

Berapa banyak dari manusia yang memiliki banyak harta, mempunyai kecantikan dan ketampanan rupa dan menduduki jabatan yang tinggi, akan tetapi hatinya kosong dari ketakwaan dan keikhlasan serta tidak memiliki amal sholeh. Dan sebaliknya, berapa banyak dari manusia yang miskin papa, hidup seadanya, rupa tidak bisa diandalkan, tapi ia di sisi Allah mempunyai nilai dan posisi yang tinggi lagi mulia. Allah  berfirman

 “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujarat: 13)

Oleh karena itu, kekayaan, rupa yang menarik dan kedudukan yang tinggi tidak akan bermanfaat sedikitpun bagi seseorang di akhirat nanti, jika ia tidak melaksanakan ketaatan kepada Allah  dan meninggalkan kemaksiatan kepada-Nya. Dan diantara amalan hati yang paling agung adalah keikhlasan kepada Allah  dalam beramal.

Tidak ada hubungan antara Allah dan hamba-Nya, kecuali dengan takwa. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka dia lebih dekat kepada-Nya dan lebih mulia di sisi-Nya. Maka dari itu, janganlah kamu membanggakan hartamu, kecantikanmu, keindahan tubuhmu, anak-anakmu, istana-istanamu, mobil-mobilmu dan kekayaan dunia lainnya sama sekali, tetapi jika kamu di samping kaya juga mempunyai ketakwaan yang kuat, maka itu merupakan karunia terbesar dari sisi Allah, karena itu pujilah Allah atasnya.

Niat adalah pondasi. Jika Anda mendapati dua orang yang sedang shalat bersama-sama di shaf yang sama dan mengikuti imam yang sama, tetapi nilai shalat mereka bisa jadi jauh berbeda seperti antara barat dan timur, karena hati mereka berbeda. Yang satu hatinya lalai bahkan mungkin terbersit riya’ di dalam shalatnya serta menghendaki keuntungan dunia, sedangkan satunya hatinya hadir yang dengan shalatnya dia ingin mencari keridhaan Allah dan mengikuti sunah Rasul-Nya.

Bersihkan hatimu dengan mengatakan kepada dirimu sendiri, “Sesungguhnya jika aku berbuat maksiat kepada Allah, manusia tidak akan bisa memberi manfaat apa-apa kepadaku dan mereka tidak akan bisa menyelamatkanku dari siksa. Tetapi jika aku menaati perintah Allah, mereka tidak akan bisa memberiku pahala.”

Hanya Allah-lah yang memberi pahala dan menahan siksa.’ Jika masalahnya seperti itu, mengapa kamu berbuat syirik kepada Allah? Mengapa kamu berniat dengan ibadahmu untuk mendekatkan diri kepada makhluk.Maka dari itu, siapa yang mendekatkan diri kepada makhluk dengan sesuatu yang dengannya dia mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah dan manusia akan menjauh darinya.




Share:

Kultum : Jauhilah Kezhaliman (Kegelapan Pada Hari Kiamat)

“Jauhilah kezaliman, karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Jauhilah kekikirran, karena kekikiran  telah membinasakan orang-orang sebelum kamu, mereka saling membunuh dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan.” (HR.Bukhari)

Penjelasanya:

Banyak bentuk kezhaliman yang berlaku di dunia ini, yaitu tidak jauh dari definisinya ; “menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya”. Betapa banyak orang-orang yang seenaknya berbuat dan bertindak sewenang-wenang. Sebagai contoh: Sang suami sewenang-wenang terhadap isterinya; memperlakukannya dengan kasar, menceraikannya tanpa sebab, menelantarkannya dengan tidak memberinya nafkah baik lahir maupun batin. Sang pemimpin sewenang-wenang terhadap rakyat yang dipimpinnya; diktator, tangan besi, berhukum kepada selain hukum Allah, loyal terhadap musuh-musuh Allah, tidak menerima nasehat, korupsi dan sebagainya.


Tetangga berbuat semaunya terhadap tetangganya yang lain; membuat bising telinganya dengan suara tape yang keras dan lagu-lagu yang menggila, menguping rahasia rumah tangganya, usil, membicarakan kejelekannya dari belakang, mengadu domba antar tetangga dan yang juga banyak sekali terjadi adalah mencaplok tanahnya tanpa hak, berapapun ukurannya. Dan banyak lagi gambaran-gambaran lain yang ternyata hampir semuanya dapat dikategorikan “perbuatan zhalim” karena “menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya”.

Maka, bagi mereka yang pernah berbuat zhalim terhadap orang lain – sebab rasanya sulit mendapatkan orang yang terselamatkan darinya sebagaimana yang pernah disalahtafsirkan oleh para shahabat terkait dengan makna kezhaliman dalam ayat :

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q,.s. al-An’âm/6: 82).

Mereka secara spontan, begitu ayat tersebut turun dan sebelum mengetahui makna dari ‘kezhaliman’ yang sebenarnya berkomentar: “Wahai Rasulullah! siapa gerangan diantara kita yang tidak berbuat zhalim terhadap dirinya?”. Tetapi, pemahaman ini kemudian diluruskan oleh Rasulullah dengan menyatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya yang lain:

“Sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar” (Q.,s. Luqmân/31: 13)

maka hendaknya mereka segera meminta ma’af kepada yang bersangkutan dan memintanya menghalalkan atas semua yang telah terjadi selagi belum berpisah tempat dan sulit bertemu kembali dengannya serta selama masih di dunia.
  
Hanya keterkaitan dalam kezhaliman terhadap sesama makhluk ini yang tidak dapat ditebus dengan taubat sekalipun. Taubat kepada Khaliq berkaitan dengan hak-hak-Nya; maka, Dia akan menerimanya bila benar-benar taubat nashuh tetapi bila terkait dengan sesama makhluq, maka hal itu terpulang kepada yang bersangkutan dan harus diselesaikan terlebih dahulu dengannya ; apakah dia mema’afkan dan menghalalkan kezhaliman yang terlah terjadi atasnya atau tidak.

Definisi kezhaliman (azh-Zhulm)

Kata “azh-Zhulm” berasal dari fi’l (kata kerja) “zhalama – yazhlimu” yang berarti “Menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya”. Dalam hal ini sepadan dengan kata “al-Jawr”.

Demikian juga definisi yang dinukil oleh Syaikh Ibnu Rajab dari kebanyakan para ulama. Dalam hal ini, ia adalah lawan dari kata al-‘Adl (keadilan)

Hadits diatas dan semisalnya merupakan dalil atas keharaman perbuatan zhalim dan mencakup semua bentuk kezhaliman, yang paling besarnya adalah syirik kepada Allah Ta’âla sebagaimana di dalam firman-Nya: “Sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar”.

Di dalam hadits Qudsiy, Allah Ta’âla berfirman: “Wahai hamba-hambaku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman terhadap diriku dan menjadikannya diharamkan antara kalian”.

Ayat-ayat dan hadits-hadits serta atsar-atsar tentang keharaman perbuatan zhalim dan penjelasan tentang keburukannya banyak sekali.

Oleh karena itu, hadits diatas memperingatkan manusia dari perbuatan zhalim, memerintahkan mereka agar menghindari dan menjauhinya karena akibatnya amat berbahaya, yaitu ia akan menjadi kegelapan yang berlipat di hari Kiamat kelak.

Ketika itu, kaum Mukminin berjalan dengan dipancari oleh sinar keimanan sembari berkata: “Wahai Rabb kami! Sempurnakanlah cahaya bagi kami”. Sedangkan orang-orang yang berbuat zhalim terhadap Rabb mereka dengan perbuatan syirik, terhadap diri mereka dengan perbuatan-perbuatan maksiat atau terhadap selain mereka dengan bertindak sewenang-wenang terhadap darah, harta atau kehormatan mereka; maka mereka itu akan berjalan di tengah kegelapan yang teramat sangat sehingga tidak dapat melihat arah jalan sama sekali.

Klasifikasi Kezhaliman

Syaikh Ibn Rajab berkata: “Kezhaliman terbagi kepada dua jenis: Pertama, kezhaliman seorang hamba terhadap diri sendiri :  

Bentuk paling besar dan berbahaya dari jenis ini adalah syirik sebab orang yang berbuat kesyirikan menjadikan makhluk sederajat dengan Khaliq. Dengan demikian, dia telah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya.

Jenis berikutnya adalah perbuatan-perbuatan maksiat dengan berbagai macamnya; besar maupun kecil.

Kedua, kezhaliman yang dilakukan oleh seorang hamba terhadap orang lain, baik terkait dengan jiwa, harta atau kehormatan.

Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam telah bersabda ketika berkhuthbah di haji Wada’ : “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian sebagaimana keharaman hari kalian ini, di bulan haram kalian ini dan di negeri (tanah) haram kalian ini”.

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Barangsiapa yang pernah terzhalimi oleh saudaranya, maka hendaklah memintakan penghalalan (ma’af) atasnya sebelum kebaikan-kebaikannya (kelak) akan diambil (dikurangi); Bila dia tidak memiliki kebaikan, maka kejelekan-kejelekan saudaranya tersebut akan diambil lantas dilimpahkan (diberikan) kepadanya”.

Ibnu al-Jauziy menyatakan: “kezhaliman mengandung dua kemaksiatan: mengambil milik orang lain tanpa hak, dan menentang Rabb dengan melanggar ajaran-Nya… Ia juga terjadi akibat kegelapan hati seseorang sebab bila hatinya dipenuhi oleh cahaya hidayah tentu akan mudah mengambil i’tibar (pelajaran)”.

Terapi kezhaliman

Mencari sebab hidayah sehingga hatinya tidak gelap lagi dan mudah mengambil pelajaran

Mengetahui bahaya dan akibat dari perbuatan tersebut baik di dunia maupun di akhirat dengan belajar ilmu agama

Meminta ma’af dan penghalalan kepada orang yang bersangkutan selagi masih hidup, bila hal ini tidak menimbulkan akibat yang lebih fatal seperti dia akan lebih marah dan tidak pernah mau menerima, dst. Maka sebagai gantinya, menurut ulama, adalah dengan mendoakan kebaikan untuknya

Membaca riwayat-riwayat hidup dari orang-orang yang berbuat zhalim sebagai pelajaran dan i’tibar sebab kebanyakan kisah-kisah, terutama di dalam al-Qur’an yang harus kita ambil pelajarannya adalah mereka yang berbuat zhalim, baik terhadap dirinya sendiri atau terhadap orang lain.

Kikir/Bakhil 

Hadits tersebut (hadits kedua) memberikan peringatan terhadap perbuatan kikir dan bakhil karena merupakan sebab binasanya umat-umat terdahulu. Ketamakan terhadap harta menggiring mereka bertindak sewenang-wenang terhadap harta orang lain sehingga terjadilah banyak peperangan dan fitnah yang berakibat kebinasaan mereka dan penghalalan terhadap isteri-isteri mereka. Kebinasaan seperti ini baru mereka alami di dunia . 

Belum lagi di akhirat dimana tindakan sewenang-wenang terhadap harta orang lain, terhadap isteri-isterinya dan menumpahkan darahnya merupakan kezhaliman yang paling besar dan dosa yang teramat besar. Perbuatan-perbuatan maksiat inilah yang merupakan sebab kebinasaan di akhirat dan mendapat azab neraka.
Share:

Kultum : Nikmat Tuhan Yang Manakah Yang Kamu Dustakan?

Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.(QS.55.56)

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13). Ayat itu diulang sebanyak 31 kali dalam Surah Ar-Rahmaan. Kerap membuat siapapun tertegun membacanya. Betapa kita, sebagai makhluk-Nya, terkadang terlalu sombong untuk sekadar mengucapkan ‘terima kasih’ kepada Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Menikmati ketentuan Allah atas untuk dioptimalkan sesuai kemampuan yang dimiliki. Dengan begitu, akan menjadi pribadi yang sempurna.

Manfaat syukur akan menguntungkan pelakunya. Allah tidak akan memperoleh keuntungan dengan syukur hamba-Nya dan tidak akan rugi atau berkurang keagungan-Nya apabila hamba-Nya kufur. Jangan terlena hingga lupa dan mengklaim itu adalah hasil jerih payah sendiri, tanpa menganggap Allah sebagai Maha Pemberi. Karena, sikap seperti itu dapat menjerumuskan kepada kekufuran terhadap nikmat Allah.

Sudah banyak sekali nikmat yang sudah Dia berikan. Akan tetapi banyak manusia tidak mensyukurinya. Bukankah Allah SWT telah berfirman: ”Dan, Dia telah memberikanmu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan, jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS Ibrahim [14]: 34).

Sudah banyak sekali nikmat yang Dia berikan. Nikmat mencicipi manisnya iman, nikmat menghirup udara segar, dan sebagainya.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13). Allah telah memberi iming-iming yang menggiurkan untuk hamba-hamba-Nya yang bersyukur, dan ancaman untuk hamba-hamba-Nya yang kufur, seperti yang termaktub dalam Surah Ibrahim ayat 7: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Bila berhubungan dengan pemberian yang sesuai impian, lalu bagaimana dengan pemberian yang tidak sesuai dengan keinginan? Terkadang, sebagai manusia, mengeluhkan atau tidak mensyukuri pemberian Allah SWT yang tidak sesuai rencana. Padahal, tidak tahu kalau itu sebenarnya baik untuk. Dan biasanya akan hanya terus menyalahkan keputusan-Nya. Mengeluh dan protes. Jarang kita melihat sisi positif dari pemberian itu. Padahal, Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13). Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah berupa rasa lelahnya badan, rasa lapar yang terus menerus atau sakit, rasa sedih/benci yang berkaitan dengan masa sekarang, rasa sedih/benci yang berkaitan dengan masa lalu, gangguan orang lain pada dirinya, sesuatu yang membuat hati menjadi sesak sampai-sampai duri yang menusuknya melainkan akan Allah hapuskan dengan sebab hal tersebut kesalahan-kesalahannya” (HR Bukhori no 5641, Muslim no . 2573).

Pada saat ditimpa suatu musibah, maka janganlah cepat-cepat mengeluh. Lihatlah sisi positifnya. Berpikirlah bahwa Allah sayang kepada makhlukNya, karena Allah ingin segera menghapus dosa kita lewat ujian tersebut. Begitu juga ketika keputusan Allah tidak sesuai harapan. Mungkin itu adalah untuk kebaikan jangka panjang. Ingatlah, Allah akan memberikan apa yang diperlukan, bukan yang diinginkan, karena bisa jadi apa yang diharapkan justru mendatangkan mudharat.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13). Fakta menunjukkan, tak ada yang abadi di dunia ini. Segala kenikmatan bisa lenyap seketika. Kekayaan, kedudukan, kecantikan, ketampanan, ketenaran, kecerdasan, dan sebagainya bisa diambil kembali oleh Sang Maha Pemberi, Allah SWT. Pinjaman Allah itu akan diminta kembali bila Sang Pemilik ingin mengambilnya.

Banyak orang yang terpedaya dengan kehidupan dunia. Seolah-olah dunia merupakan segalanya. Saking terpananya dengan bayangan dunia, sampai-sampai banyak orang melupakan tempat untuk masa depannya yang abadi, yakni akhirat. Mereka melupakan dan menyia-nyiakan nikmat yang dianugerahkan Allah kepadanya. Padahal, Allah kelak akan mempertanyakan semua kenikmatan yang telah diberikan kepada hamba-Nya.

“Kemudian, kamu pada hari itu pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh kenikmatan (yang telah diberikan kepadamu).” (QS at-Takatsur [102]: 8)

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13). Mungkin, semasa di dunia manusia bisa berdalih. Ketika di akhirat kelak, mulut manusia dikunci, tanpa bisa berkata sepatah kata pun. Nantinya akan ditanyakan untuk apa nikmat-nikmat yang Allah SWT berikan, seperti umur, waktu, harta, jabatan, kecantikan, kecerdasan, ilmu, dan lain-lain digunakan? Untuk taat kepada-Nya atau justru untuk melanggar ketentuan-Nya? Semua itu akan dipertanyakan oleh Sang Maha Pemberi.

Mustahil orang yang paham terhadap hakikat kenikmatan dunia akan mengejar jabatan yang haram untuk diduduki, menggunakan kecerdasannya untuk korupsi, serta memamerkan auratnya untuk mencari rezeki. Alhasil, kenikmatan bisa menjadi ladang pahala bagi orang-orang yang menyadari hakikat pemberian Sang Khalik kepadanya. Mereka akan menggunakan nikmat itu dalam koridor perintah dan larangan-Nya.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13). Tidak mungkin pula orang berakhlak mulia menggunakan mulutnya untuk mengucapkan janji palsu dan kata-kata kotor kepada manusia lainnya, serta menggunakan kedudukannya untuk menzalimi rakyat, dan sebagainya. Justru, tangan berbicara. Kemudian, kaki-kaki menjadi saksi di hadapan Allah SWT atas seluruh tindakan yang pernah kita lakukan di dunia (QS Yasin [36]: 65). Tidak ada sedikit pun kebohongan di hadapan-Nya.


Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 216)

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13). Ada beberapa cara mensyukuri nikmat Allah swt. Pertama, syukur dengan hati. Ini dilakukan dengan mengakui sepenuh hati apa pun nikmat yang diperoleh bukan hanya karena kepintaran, keahlian, dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Alloh Yang Maha Kuasa. Keyakinan ini membuat seseorang tidak merasa keberatan betapa pun kecil dan sedikit nikmat Alloh yang diperolehnya.

Kedua, syukur dengan lisan. Yaitu, mengakui dengan ucapan bahwa semua nikmat berasal dari Alloh swt. Pengakuan ini diikuti dengan memuji Alloh melalui ucapan alhamdulillah. Ucapan ini merupakan pengakuan bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah.

Ketiga, syukur dengan perbuatan. Hal ini dengan menggunakan nikmat Alloh pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya, yaitu dengan menjalankan syariat , menta’ati aturan Alloh dalam segala aspek kehidupan

Sikap syukur perlu menjadi kepribadian setiap Muslim. Sikap ini mengingatkan untuk berterima kasih kepada pemberi nikmat (Alloh) dan perantara nikmat yang diperolehnya (manusia). Dengan syukur, ia akan rela dan puas atas nikmat Allah yang diperolehnya dengan tetap meningkatkan usaha guna mendapat nikmat yang lebih baik.

Selain itu, bersyukur atas nikmat yang diberikan Alloh merupakan salah satu kewajiban seorang muslim. Seorang hamba yang tidak pernah bersyukur kepada Alloh, alias kufur nikmat, adalah orang-orang sombong yang pantas mendapat adzab Allah SWT.


“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”(ar-Rahman: 13). Orang yang berhasil mengelola kenikmatan dari Allah SWT merupakan orang yang pandai bersyukur. Sebab, pada hakikatnya syukur adalah menampakkan nikmat dengan menggunakannya pada tempatnya serta sesuai dengan kehendak pemberi. Sebaliknya, terdapat pula orang yang kufur nikmat, yaitu menyia-nyiakan dan melupakan nikmat Sang Maha Pemberi.
Share:

Kultum : Biasakan Tidur Dini

Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari Aisyah Ra, “ Bahwasanya Rasulullah Saw tidur pada awal malam dan bangun pada penghujung malam, lalu melakukan shalat (sunnah.)” (Muttafaq ‘alaih)

Penjelasan:

Sebagaimana tidur empat jam setiap hari atau hampir setiap hari, juga kemungkinannya untuk meninggal lebih cepat. Tapi mereka yang tidur enam jam sehari, menurut penelitian dapat hidup lebih lama. Jarak waktu atau jam tidur yang dibutuhkan oleh tubuh adalah jika Anda dalam kondisi terjaga lalu merasa ingin untuk tidur di siang hari.

Para ilmuwan menerangkan peran sangat penting dalam memfungsikan pikiran secara aktif melalui penelitian pada kucing. Fungsi pikiran aktif karena tidur itu akan lebih memiliki implikasi besar bagi manusia yang ingin meningkatkan kemampuan belajar dan memori mengingat mereka. Percobaan pada kucing menunjukkan peningkatan kinerja otaknya jika dia tidur dengan baik, di mana mereka menjadi lebih kuat dan lebih aktif dan bergerak. Tes dilakukan pada perubahan yang terjadi dalam otak kucing.

Seekor kucing matanya ditutup selama enam jam, dan kucing lainnya dalam kondisi melihat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pikiran kucing tidur (ditutup matanya) selama enam jam mengalami perubahan aktifitas otak secara drastis dan lebih mudah beradaptasi daripada kucing yang belum tidur.

Al Quran telah diturunkan di tengah masa, dimana banyak sekali utopi yang menyebutkan bahwa tidur dalam waktu lama itulah yang paling baik. Sampai datang peelitian di abad 21 yang menegaskan bahwa waktu tidur yang pendek itulah yang lebih baik untuk manusia. Bukankah ini seperti yang telah ditegaskan dalam Al Quran di banyak ayat-ayatnya saat menerangkan tentang salah satu kebiasaan orang-orang yang bertakwa:

 “Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat : 17-18)

Seperti itu juga Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk tidak banyak tidur, dan mengganti apa yang telah dikurangi dari waktu tidur di malam, pada waktu siang. Allah swt berfirman :

“Hai orang yang berselimut (Muhammad), angunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu´) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).” (QS. Al Muzzammil : 1-7)

Dalam ayat ini dijelaskan perintah untuk tidak banyak tidur di waktu malam, dan menggantikannya di waktu siang. Ini juga menegaskan apa yang telah ditemukan para peneliti saat sekarang. Sejumlah penelitian menyatakan bahwa serangan jantung umumnya datang setelah pagi hari sampai terbitnya matahari. Kita jadi mengerti kenapa Nabi yang mulia itu melewati waktu paginya hingga matahari terbit, dengan berdzikir, bertasbih dan tilawah Al Quran.

Subhanallah. Ini juga telah dikonfirmasikan oleh Al-Quran dan Rasulullah saw, ketika ia bangun di malam hari untuk tafakkur terhadap penciptaan Allah swt, dan melakukan shalat malam.

Tidur di Siang hari, Sama Pentingnya dengan Tidur di Malam Hari

Para peneliti mengatakan tidur siang hari sebentar --yang disebut dalam Islam dengan istilah qailulah--  itu sangat berguna, sama seperti tidur di malam hari. Mereka mengatakan, bahwa dari perspektif perbaikan sikap dan perilaku, tidur siang berguna, sama sebagaimana tidur malam, terkait dengan fungsi kognitif seseorang. Sebuah tim peneliti dari  Universitas Lübeck, Jerman, melakukan tes diagnostik pada 52 sukarelawan. Para sukarelawan diminta untuk tidur dalam rentang waktu tertentu, tanpa membedakan waktu siang ataupun malam. Dan hasilnya, kondisi mereka sama dan tidak berbeda.

Ini adalah tanda keajaiban Al Qur'an sebagai kitab yang diturunkan dari Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Karena informasi ini baru bagi para ilmuwan, bahkan mereka tidak tahu pentingnya tidur siang kecuali di abad ke dua puluh satu. Sedangkan Al Quran telah menekankan pentingnya tidur malam da siang, sebagai suatu keajaiban dan tanda kekuasaaan Allah, sejak empat belas abad lalu!

Memori Otak Lemah, Saat Seseorang Baru Saja Bangun Tidur

Jangan terlalu banyak tidur, dan bangunlah di saat shalat subuh. Ini akan menambah kekuatan jantung dan meningkatkan kesehatan serta menambah kegairahan untuk beraktifitas. Gantilah sebagian kekurangan tidur kita di waktu malam dengan tidur sejenak di waktu siang.

Manfaatkan waktu tidur kita dengan mendengarkan tilawah Al Qur'an murattal. otak akan bekerja menyimpan ayat-ayat yang dibacakan itu saat kita tidur. Ini adalah slah satu cara untuk membantu kita menghafal Kitabullah. Saya menerapkan cara ini dan saya telah mampu menghafal Al Quran tanpa kesulitan yang berarti. Alhamdulillah. 

Hal pertama yang harus dilakukan setelah bangun langsung adalah berdo’a sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw,Lalu berwudhulah, shalat dan bacalah Al Quranul karim selama sekitar 15 menit minimal. Aktifitas seperti ini akan menambah kemampuan kita untuk bisa tepat mengambil keputusan penting dalam hidup.
Share:

Kultum : Takutlah Kepada Allah Swt

Barang siapa takut kepada Allah, maka Allah menjadikan segala sesuatu takut kepadanya. Barang siapa tidak takut kepada Allah, maka Allah menjadikannya takut kepada segala sesuatu. (HR.Al-Baihaqi)

Takut adalah kesadaran bahwa diri kita lemah di hadapan Allah, sedangkan Dia Maha Kuat dan Kuasa atas diri kita, yang menjadi sebab kita tidak berbuat durhaka padaNya, memohon perlindungan dari azabNya dan memohon petunjukNya agar kita berada dalam rahmatNya.

Ada tiga konsep utama yang berkaitan dengan takut kepada Allah. Yaitu Khauf , Khosyah, dan Rohbah. Penjelasannya sebagai berikut ini:

Khouf artinya perasaan takut yang muncul terhadap sesuatu yang mencelakakan, berbahaya atau mengganggu . Sedangkan makna khouf secara istilah adalah rasa takut dengan berbagai macam jenisnya, yaitu: khouf thabi’i, Khouf ibadah, Khouf sir.

Khosyah serupa maknanya dengan khouf walaupun sebenarnya ia memiliki makna yang lebih khusus daripada khouf karena khosyah diiringi oleh ma’rifatullah ta’ala.

“Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Faathir: 28).

Oleh sebab itu khosyah adalah rasa takut yang diiringi ma’rifatullah. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Adapun aku, demi Allah… sesungguhnya aku adalah orang yang paling khosyah kepada Allah di antara kalian dan paling bertakwa kepada-Nya.” (HR. Bukhari Muslim).

Ar Raaghib berkata: Khosyah adalah khouf yang tercampuri dengan pengagungan. Hal itu muncul didasarkan pada pengetahuan terhadap sesuatu yang ditakuti.

Rohbah adalah khouf yang diikuti dengan tindakan meninggalkan sesuatu yang ditakuti, dengan begitu ia adalah khouf yang diiringi amalan.

Rasa takut itu nanti akan lenyap di akhirat bagi orang yang masuk surga.

“Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka.” (QS. Yunus: 62)

Syaikh Al ‘Utsaimin menjelaskan, Takut itu ada tiga macam :

Khouf thabi’I, takut yang bersifat tabiat, yaitu takut kepada hal-hal yang bisa membahayakan jiwa seseorang seperti halnya orang takut hewan buas, takut api, takut tenggelam, maka rasa takut semacam ini tidak membuat orangnya dicel, akan tetapi apabila rasa takut ini, menjadi sebab dia meninggalkan kewajiban atau melakukan yang diharamkan maka hal itu haram.
Takut jenis ini dibolehkan selama tidak melampaui batas. Berfirman menceritakan kisah Nabi Musa alaihisallam: “Dia keluar dari negerinya dalam keadaan takut yang sangat.” (Al-Qashash: 21)

Khouf ibadah, takut yang bernilai ibadah, yaitu takut yang diiringi dengan penghinaan diri, pengagungan, dan ketundukan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka takut yang seperti ini tidak boleh ada kecuali ditujukan kepada Allah ta’ala. Adapun menujukannya kepada selain Allah adalah syirik akbar.

Khouf sirr, takut yang bernilai syirik, yaitu memberikan takut ibadah kepada selain Allah. seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau wali yang berada di kejauhan serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya akan tetapi dia merasa takut kepadanya maka para ulama pun menyebutnya sebagai bagian dari syirik. (lihat Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 57)

Perbuatan ini akan mengekalkan pelakunya di dalam neraka, mengeluarkannya dari Islam, dan menghalalkan darah dan hartanya.

 “Janganlah kalian takut kepada manusia dan takutlah kalian kepada-Ku.” (Al-Maidah: 44).

Rasa takut ada bermacam-macam sebagaimana dijelaskan di atas, namun takutnya seorang mukmin ialah takut akan pedihnya sakaratul maut, rasa takut akan adzab kubur, rasa takut terhadap siksa neraka, rasa takut akan mati dalam keadaan yang buruk (mati dalam keadaan sedang bermaksiat kepada Alloh), rasa takut akan hilangnya iman dan lain sebagainya. Rasa takut semacam inilah yang harus ada dalam hati seorang hamba.

Seorang mukmin itu tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Hal itu dikecualikan takut secara naluri (maka ini tidak terlarang), seperti seseorangyang takut terhadap ular, sebagaimana pernah terjadi pada Kaliimullah (Nabi yangdiajak bicara oleh Allah, yaitu Nabi Musa),

Allah berfirman. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. (Thaahaa: 67) Dan seperti takutnya seseorang terhadap serigala yang akan memangsa kambingnya, sebagaimana tersebut di dalam hadits Khabab bin al-Arat dalam Shahih Bukhari.

Kemudian bahwa takut kepada Allah yang sebenarnya dan yang terpuji adalah takut yang menghalangi pemiliknya dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan mendorongnya untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya.

Rasulullah bersabda:

Barangsiapa takut niscaya dia berangkat di waktu akhir malam, dan barangsiapa berangkat di waktu akhir malam niscaya dia mencapai tempat tujuan. Ketahuilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal, ketahuilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu adalah surga.
Share:

Kultum : Surat Al-Baqarah 255 (Ayat Kursi)

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.(Al Baqarah:255)

Sifat ilmu bagi Allah, ilmu-Nya meliputi segala yang diketahui, Dia mengetahui yang telah terjadi, yang akan terjadi dan apa yang belum terjadi, begitu pula jika sesuatu itu terjadi akan seperti apa bentuk dan rupanya. Di dalamnya juga disebutkan tentang kemahabesaran Allah dengan menyebutkan kebesaran makhluk-Nya. Jika Kursi yang merupakan salah satu dari makhluk-Nya meliputi langit dan bumi, maka bagaimana dengan Sang Pencipta yang Mahaagung dan Rabb Yang Mahabesar?

Di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang kesempurnaan kekuasaan-Nya. Di antara bentuk kesempurnaan kekuasaan-Nya adalah tidak memberatkan-Nya penjagaan terhadap langit dan bumi. Kemudian ayat ini ditutup dengan menyebutkan dua nama Allah yang agung, yaitu al-‘Aly dan al-‘Azhiim. Di dalamnya mengandung penetapan akan kemahatinggian Allah, baik Dzat dan kekuasaan-Nya, juga penetapan kemahabesaran-Nya, dengan mengimani bahwa Dia memiliki segala makna kebesaran dan keagungan, tidak ada seorang pun yang berhak atas pengagungan dan pemuliaan selain Dia.

Inilah kandungan global dari Ayat Kursi. Ayat yang agung ini mengandung makna-makna agung dan  bukti-bukti mendalam serta rambu-rambu keimanan yang menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya.

Syaikh al-Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya berkata, “Ayat yang mulia ini adalah ayat al-Qur’an yang paling agung dan yang paling utama.  Hal ini dikarenakan kandungannya yang memuat perkara-perkara yang agung dan sifat-sifat yang mulia. Oleh karena itu, banyak hadits yang menganjurkan untuk membacanya dan menjadikannya sebagai wirid harian bagi manusia pada waktu-waktu yang dijalaninya, baik pagi maupun petang, juga ketika menjelang tidur dan setelah menunaikan shalat lima waktu.

Allah memberitakan tentang diri-Nya yang mulia bahwa Dia ‘Laa ilaaha illa huwa’. Maksudnya tiada ilah (yang berhak diibadahi) selain Dia. Dialah satu-satunya ilah yang berhak diibadahi, yang mengharuskan tertujunya seluruh bentuk peribadatan, ketaatan dan penyembahan hanya kepada-Nya. Ini karena kesempurnaan-Nya dan kesempurnaan sifat-Nya serta karena besarnya nikmat-Nya. Di samping itu, kewajiban makhluk adalah menjadi hamba-Nya, menerapkan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Seluruh sembahan selain Allah adalah bathil, beribadah kepada selain Dia pun bathil. Ini disebabkan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk yang memiliki sifat-sifat yang kurang, diatur, dan membutuhkan yang lain dalam segala segi. Maka dari itu, makhluk tidak berhak sedikitpun untuk diibadahi. Adapun firman-Nya ‘Al-Hayyul Qayyuum’, dua nama mulia ini menunjukkan kepada seluruh asma’ul husna secara muthabaqah (adekusi), tadhammun (inklusi) dan luzum (konsekuensi). Sifat al-Hayyu Yang Mahahidup menunjukkan kepada Dzat yang memiliki sifat hidup yang sempurna, yang mencakup semua sifat-sifat Dzat seperti Maha Mendengar, maha Melihat, Maha Berilmu, Mahakuasa dan semisalnya.

Al-Qayyuum Yang Maha Berdiri sendiri, Dialah yang tegak dengan kesendirian-Nya dan Yang Menegakkan yang lain. Sifat ini mencakup seluruh perbuatan yang dikerjakan oleh Rabbul Alamin, seperti istiwaa (bersemayam), nuzul (turun ke langit bumi pada sepertiga malam terakhir*), kalam (Berfirman), mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, dan segala bentuk pengaturan. Semua itu tercakup dalam asma-Nya, al-Qayyuum. Oleh karena itu sebagian ulama berkata, “Dua nama ini adalah asma Allah yang paling agung . Jika dipanggil dengan menyebut asma ini, niscaya Dia akan menjawab dan jika meminta dengan menyebut nama-Nya ini, niscaya Dia akan memberi.”

Di antara bentuk kesempurnaan sifat hidup dan berdiri sendiri-Nya ini ialah Dia tidak tersentuh oleh kantuk dan tidur. Milik-Nyalah segala yang ada di langit dan di bumi. Dialah yang memiliki, sedangkan selain-Nya adalah yang dimiliki. Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Pengatur, sedangkan selain-Nya adalah diciptakan, diberi rizki dan diatur.

Kemudian Allah berfirman, “Dia Maha Mengetahui apa yang berada di hadapan mereka,” yaitu segala sesuatu yang telah berlalu, “dan apa yang berada di belakang mereka,” yaitu apa yang akan terjadi. Ilmu Allah meliputi segala perkara secara rinci, yang permulaan dan yang paling akhir, yang tampak dan yang tersembunyi, yang ghaib maupun yang nyata. Adapun hamba, mereka tidak memiliki hak sedikitpun untuk mengurus hal ini dan tidak memiliki ilmu sedikitpun, kecuali apa yang telah Allah ajarkan kepada mereka.

Oleh karena itu Allah berfirman, “…dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi…” Ini menunjukkan kesempurnaan keagungan-Nya dan luasnya kekuasaan-Nya. Kursi-Nya saja sedemikian besar yaitu meliputi langit dan bumi, sementara keduanya ini sangat besar dan sangat banyak pula penghuni keduanya. Kursi bukanlah makhluk Allah yang terbesar, bahkan masih ada lagi yang lebih besar darinya, yaitu ‘Arsy dan juga yang lainnya yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Kebesaran makhluk-makhluk tersebut membuat akal pikiran menjadi bingung dan tiap-tiap pandangan menjadi tumpul, gunung-gunung bergerak, dan orang-orang pandai terangguk-angguk.



Share:

Kultum : Jadilah Orang Mukminin Sejati

Sesungguhnya Alla Ta’Alla menjadikan dunia atas tiga bagian; sebagian bagi mukminin, sebagian bagi orang munafik, sebagian bagi orang kafir. Maka orang mukminin menyiapkan perbekalan, orang munafik menjadikannya perhiasan, dan orang kafir menjadikannya tempat bersenang-senang. (Abdullah Bin Abbas)

Dalam al-Qur’ân, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa orang Mukmin yaitu orang yang mengakui dan mengimani semua pokok akidah, menginginkan dan melakukan apa Allâh Azza wa Jalla sukai dan ridhai, meninggalkan semua perbuatan maksiat dan bergegas untuk bertaubat dari perbuatan dosa yang dia lakukan. Allâh Azza wa Jalla juga menyebutkan bahwa keimanan mereka memberikan dampak positif pada akhlak, perkataan dan tindak-tanduk mereka.

Allâh Azza wa Jalla telah menyebutkan sifat kaum Mukminin itu yaitu yang beriman kepada semua rukun iman, mendengar dan taat serta patuh, baik secara lahir maupun batin. Allâh Azza wa Jalla juga menyebutkan sifat mereka yang lain dalam firman-Nya :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allâh , gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya keiman mereka bertambah, dan hanya kepada Rabblah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb mereka dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. [al-Anfâl/8:2-4]

Sifat-sifat lain yang Allâh Azza wa Jalla sebutkan yaitu jika mendengar ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla dan mengingat Allâh Azza wa Jalla mereka gemetar, menangis namun hati mereka lembut dan tenang; mereka senantiasa takut kepada Rabb mereka; khusyu’ dalam shalat, menjauh dari perbuatan sia-sia, menunaikan zakat, menjaga kemaluan, memberikan persaksian yang benar dan menunaikan amanah.

Allâh Azza wa Jalla juga menyatakan bahwa diantara sifat kaum Mukminin adalah yakin dengan sepenuh hati tanpa ada ragu sedikitpun, berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla dengan harta dan jiwa raga mereka dan mereka ikhlas dalam semua perbuatan mereka, cinta kepada sesama kaum Mukminin, mendoakan kebaikan untuk kaum Mukminin di masa lalu dan yang akan datang, berusaha menghilangkan kebencian terhadap kaum Muslimin dari hati mereka, senantiasa loyal kepada Allâh Azza wa Jalla , Rasul-Nya dan kaum Muslimin serta berlepas diri dari semua musuh Islam, menyuruh melakukan yang ma’ruf dan meninggalkan kemungkaran dan mereka senantiasa taat kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dalam segala kondisi.

Inilah di antara sifat Mukmin sejati. Dalam diri mereka berpadu antara akidah yang benar, keyakinan yang sempurna dan keinginan kuat untuk senantiasa bertaubat. Ini semua melahirkan sikap patuh untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan.

Semua sifat ini merupakan sifat Mukmin sejati yang akan terhindar dari siksa Allâh Azza wa Jalla , yang berhak mendapatkan pahala serta berhak meraih semua kebaikan yang merupakan buah dari keimanan.

Setelah mengetahui sifat-sifat ini, seyogyanya bagi seorang Mukmin mengintrospeksi dan melihat dirinya, sudahkah dia memiliki sifat ini? Jika sudah, sudahkah sifat-sifat terpuji ini sempurna ataukah masih banyak kekurangannya? Introspeksi seperti ini sangat urgens untuk memacu semangat memperbaiki diri. Kalau sebatas mengetahui sifat-sifat terpuji yang merupakan kunci kebahagiaan di dunia dan akhirat ini tanpa ada tindak-lanjut dengan menilai diri, maka alangkah ruginya. Sebab, dengan menilai diri, dia akan mengetahui kekurangan-kekurangannya sehingga terpacu untuk menyempurnakannya dengan bertaubat dan istighfâr. Inilah yang menyebabkan proses introspeksi ini menjadi penting. Karena semua yang dijanjikan untuk kaum Mukminin itu akan bisa diraih hanya dengan iman yang sempurna.

Allâh Azza wa Jalla telah menetapkan lebih dari seratus kebaikan yang bisa diraih dengan iman. Nilai satu kebaikan melebihi nilai dunia dan seisinya. Diantara kebaikan yang bisa diraih dengan keimanan yaitu ridha Allâh Azza wa Jalla yang merupakan karunia tertinggi. Iman juga bisa menyebabkan seseorang masuk surga, selamat dari siksa neraka, terhindar dari siksa kubur, terhindar dari berbagai kesulitan pada hari Kiamat, gembira di dunia dan akhirat, teguh dalam keimanan di dunia dan istiqamah dalam ketaatan dan ketika meninggal dan dikubur tetap diatas iman, tauhid dan bisa menjawab dengan benar.

Dengan iman seseorang bisa meraih kehidupan yang baik di dunia, rizki, kebaikan, kemudahan, terhindar dari berbagai kesulitan, ketenangan hati dan jiwa, qana’ah, hidup nyaman, anak keturunan yang baik dan menjadikan mereka sebagai penghibur bagi seorang mukmin, sabar ketika mendapat ujian dan musibah.

Dengan sebab keimanan, Allâh Azza wa Jalla menghilangkan berbagai beban dari kaum Mukminin, melindungi mereka dari berbagai keburukan, menolong mereka dalam menghadapi musuh, tidak menyiksa kaum Mukminin yang lupa, yang tidak tahu dan yang keliru. Allâh tidak memberikan beban kepada mereka bahkan Allâh Azza wa Jalla menghilangkannya dan tidak membebankan kepada mereka sesuatu diluar batas kemampuan mereka.

Dengan sebab iman, Allâh mengampuni dosa-dosa kaum Mukminin dan memberikan taufik kepada mereka untuk segera bertaubat.



Share:

Kultum : Musibah Yang Membinasakan

Ada tiga musibah yang membinasakan, yaitu (1) Seorang penguasa, bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak berterima kasih. Sebaliknya, bila kamu berbuat kesalahan, dia tidak mengampuni; (2) Tetangga, bila melihat kebaikanmu dia diam saja, tapi bila melihat keburukanmu dia sebarluaskan; (3) Isteri , bila bertemu dia mengganggumu dan bila kamu pergi dia akan menghianatimu (HR.Ath-Tabrani)

(1)  Oleh karena itu tidak setiap orang dapat menjadi pemimpin, karena seorang pemimpin itu harus mempunyai sifat-sifat kepemimpinan seperti bijaksana, berani, tegas dan lain sebagainya. Oleh sebab itu Nabi sendiri tidak memilih orang yang tidak mempunyai sifat kepemimpinan untuk menjadi pemimpin, padahal dalam system pemerintaha Nabi tercatat bahwa nabi banyak melantik sahabat-sahabat beliau untuk menjadi pemimpin suatu daerah (amir), atau pemimpin kaum ( Naqib ) atau pemimpin perang (Qaid) dan lain sebagainya;  sehingga seorang sahabat nabi yang terkenal dengan ibadah, dan berakhlak mulia tetapi lemah dalam sifat kemepimpinan bertanya kepada Rasul : “Abu Dzar berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah :

"Ya rasulullah, mengapa engkau tidak memberikan jabatan dan kedudukan apapun kepadaku ? Rasulullah saw segera menjawab sambil tangannya menyentuh pundakku : “

Wahai Abu Dzar sesungguhnya engkau ini adalah lemah, dan sesungguhnya jabatan itu adalah amanah, dan sesungguhnya jabatan itu nanti pada hari kiamat akan menjadi sesuatu kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang dapat memegangnya dengan penuh kebenaran dan menunaikan kewajiban yang diamanahkan kepadanya." (Hadis riwayat Muslim).

Tidak semua orang berhak memimpin sebab kepemimpinan itu merupakan amanah dan tanggungjawab. Auf bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah  bersabda :

"Aku khabarkan kepadamu tentang pemimpin “. Auf berkata : Apa itu ya Rsulullah? Nabi menjawab : “ Kedudukan itu nanti merupakan sesuatu yang dapat membuat engkau hina. Kedua, kedudukan itu nanti akan memberikan penyesalan. Ketiga, kedudukan itu akan menjadi penyebab siksaan di hari akhirat, kecuali jika orang yang mendapat kedudukan itu dapat bersikap adil, tetapi bagaimana mungkin seseorang itu dapat berlaku adil dengan kaum kerabatnya." (Hadis riwayat Bazar, dan Thabrani)

Menjadi pemimpin itu mempunyai resiko dunia akhirat. Abi Umamah menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda :

"Siapa saja yang memimpin walaupun sepuluh orang atau lebih dari bilangan tersebut, maka nanti di hari akhirat dia akan dibawa dengan leher dan tangan yang dirantai, maka sesuatu yang dapat melepaskan rantainya tersebut adalah kebaikannya dan keadilannya dalam memimpin."(Hadis riwayat Ahmad).

 (2)  Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa ada interaksi dengan manusia lainnya. Maka, kehadiran tetangga dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim sangat dibutuhkan. Allah Ta’ala berfirman, 

Artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36). 

Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam juga bersabda, 

Artinya: “Jibril senantiasa bewasiat kepadaku agar memuliakan (berbuat baik) kepada tetangga, sampai-sampai aku mengira seseorang akan menjadi ahli waris tetangganya” (HR. Al Bukhari no.6014). 

Agama Islam menaruh perhatian yang sangat besar kepada pemeluknya dalam segala hal dan urusan. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi, semua tidak luput dari ajarannya. Tak terkecuali dalam masalah adab. Berikut ini diantara adab-adab seorang muslim kepada tetangganya yang patut kita perhatikan. 

(3) Bentuk pengkhianatan seorang istri terhadap suami ini diumpamakan dengan khianatnya istri Nabi Nuh dan Nabi Luth yang terekam dalam surah At-Tahrim ayat 66: “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)."

Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat di atas, menekankan bahwa tidak ada jaminan suami yang shalih —hingga sekelas nabi pun— dapat mengajak istrinya ke jalan yang benar, ketika tidak ada cahaya iman di dalam hati sang istri. Dan sekali-kali keimanan suami juga tidak dapat memberikan manfaat apapun dan tidak bisa menahan keburukan bagi istrinya. Tidak salah jika dalam strategi dakwah Al-Qur`an, yang pertama kali perlu diselamatkan dari api neraka setelah diri sendiri adalah keluarga. Karena sejatinya, kedua objek dakwah tersebut merupakan yang tersulit daripada orang lain di luar diri dan keluarga kita.
Share:

Kultum : Nafkahkanlah Hartamu

Allah Tabaraka wata’ala berfirman (didalam hadits Qudsi): “Hai anak Adam, nafkahkanlah hartamu, niscaya Aku akan memberikan nafkah kepadamu.” (HR.Muslim)

Al Qurtubhi sekali lagi mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa harta kalian bukanlah miliki kalian pada hakikatnya. Kalian hanyalah bertindak sebagai wakil atau pengganti dari pemilik harta tersebut yang sebenarnya. Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya untuk memanfaatkan harta tersebut di jalan yang benar sebelum harta tersebut hilang dan berpindah pada orang-orang setelah kalian. ”

Intinya maksud Al Qurthubi, harta hanyalah titipan ilahi. Semua harta Allah izinkan untuk kita manfaatkan di jalan-Nya dalam hal kebaikan dan bukan dalam kejelekan. Jika harta ini pun Allah ambil, maka itu memang milik-Nya. Tidak boleh ada yang protes, tidak boleh ada yang mengeluh, tidak boleh ada yang merasa tidak suka karena manusia memang orang yang fakir yang tidak memiliki harta apa-apa pada hakikatnya.

Membelanjakan atau mengeluarkan uang untuk kemajuan dan kebaikan Islam serta manusia akan diganjar balasan yang berlipat ganda. Yang menjamin dan berjanji itu bukan sembarangan Ia adalah pemilik hidup kita dan seluruh kehidupan, Allah Azza Wa Jalla. Semua Muslim tentu percaya bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah.

Ya dunia dualitas memang seperti itu segala sesuatunya diciptakan berpasang-pasangan ada hitam ada putih, baik-buruk, susah-senang, kaya-miskin, dipuji-dicaci dsbnya. Ada yang mau membelanjakan hartanya dijalan Allah saat ini ada juga yang tidak. Tidak masalah jika SAAT INI anda belum mau membelanjakan harta yang anda punya dijalan Allah, tapi mudah-mudahan kelak dikemudian hari anda mau melakukannya. Karena yang untung bukan siapa-siapa melainkan anda sendiri. Dan untungnya pun bisa berkali-kali lipat.

Jaminan ini Allah katakan pada surat Al-Baqarah ayat 261 : “Orang-orang yang menafkahkan harta di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Pada ayat lain Allah mengatakan “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyi­rami­nya, maka hujan gerimis. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.s. al-Baqarah: 265)

Surat Al-Baqarah Ayat 245
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat-gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
“Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.”(Q.s. al-Anfal: 60).



Share:

SELAMAT DATANG

Translate

ARTIKEL POPULER

Artikel Bermanfaat Bagi Kehidupan

POSTINGAN TERBARU

Analisa GOLD 26 Nopember 2021

mari kita simak XAUUSD dalam 1 Jam untuk menentukan Level harga Support dan Resistance intraday berikut: Resistance2 (R2) : 1812...

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Label Clouds