masdagu.blogspot.com - |
Bila kita pandai menjaga kualitas ibadah, niscaya Allah akan mengaruniakan kesanggupan kepada kita untuk beramal dengan tingkat pengharapan tertinggi, yaitu bisa bertemu dan menatap wajah Allah yang Mahamulia.
Ibnu Atho’illah dalam kitabnya yang terkenal Al-Hikam menulis, “Jangan
menuntut upah terhadap amal perbuatan yang engkau sendiri idak ikut berbuat.
Cukup besar balasan Allah bagimu, jika Allah menerima amalmu itu”.
Sahabat, nasihat Ibnu Atho’illah di atas tampaknya penting sekali
untuk direnungkan oleh siapa saja yang diberi kesanggupan oleh Allah SWT untuk
gemar berbuat kebaikan.
Kalau belum bisa berbuat baik, maka kita harus mempunyai keinginan
untuk melakukannya. Tetapi kalau kebaikan itu sudah kita lakukan, maka jangan
sekali-kali kita menganggap semua itu perbuatan kita.
Suatu ketika kita merencanakan untuk menghadiri sebuah pengajian. Kita
mengumpulkan uang untuk ongkos ke pengajian tersebut. Setelah uang itu
terkumpul, kita pun berangkat walau hujan sedang turun. Di perjalanan ternyata
kita mendapatkan banyak sekali kesulitan.
Pendek kata, begitu berat tantangan untuk sampai ke tempat pengajian
yang kita tuju. Namun, ketika kita sudah sampai ke sana hendaklah kita
menghadirkan dalam hati kata-kata, “Alhamdulillah, ya Allah. semua ini terjadi
karena izin dan karuniaMu.
Artikel Terkait :
- Bersiap #Bekal untuk "Hari Akhir".
- #Al-Quran "Menjadikan Orang Soleh"
- Dilarang "Mengharamkan yang #Halal"
Saya hadir di sini karena ongkos dari-Mu, kesehatan dari-Mu, dan
terlindung dari setan yang membisikkan rasa malas kepadaku”.Artinya, tatkala
kita sampai di tempat yang dituju. Lupakanlah segenap pengorbanan yang telah
kita lakukan. Perkara pahala, Allah pasti akan memberikannya kepada kita dalam
kadar yang paling adil. Tidak usah dituntut atau kita memintanya.
Bagi kita yang awam, seringkali beramal karena menginginkan balasan.
Pada tingkat pertama, orang beramal karena mengharap balasan duniawi. Misalnya,
kita bersedekah karena ingin kaya dan tidak mendapat musibah. Kita melakukan
tahajud, karena ingin jodoh atau lulus ujian. Ini adalah kategori orang-orang
yang hanya berharap balasan duniawi.
Tidak apa-apa kita melakukan amal semacam ini, sepanjang amalannya
benar dan dicontohkan oleh Rasululah SAW. Insya Allah tidak sulit bagi Allah
SWT untuk menerima dan mengabulkan keinginan hamba-hamba-Nya.
Pada tingkat berikutnya, seseorang rajin beramal bukan karena
mengharap balasan duniawi, melainkan mengharapkan pahala dari Allah SWT.
Karena, perkara duniawi itu niscaya akan datang dan telah diurus oleh Allah.
Sudah menjadi jaminan bila kita sungguh-sungguh beribadah dan mendekat
kepada-Nya. “Yang penting amalan saya jadi pahala. Apa artinya keuntungan
duniawi kalau tidak dapat pahala,” demikian orang-orang pada tingkat ini akan
berkata.
Walhasil, dia akan berusaha mencari berbagai keutamaan (fadhilah) dalam
beribadah. Datang ke masjid selalu di awal waktu, pengajian di manapun akan
dikejar, ada yang membutuhkan pertolongan pasti akan ditolong, dan seterusnya.
Pokoknya, segala sesuatunya diukur dari pahala.
Lama-kelaman orang seperti itu akan sampai pada tingkat yang lebih
tinggi lagi. “Ah pahala kan sudah dijamin oleh Allah. Tidak berharap juga pasti
akan datang. Bagi saya, yang paling penting bisa masuk surga dan terhindar dari
neraka. Mau sedikit atau banyak pahala atas amal yang telah saya lakukan, terserah
pada Allah saja,” begitu kira-kira ucapan orang yang telah sampai pada
tingkatan ini. Karenanya, ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk beramal
agar selamat di akhirat kelak.
Di atas ini ada lagi yang lebih tinggi tingkatannya. Seseorang beramal
karena mengharap ridha Allah semata. Ia akan berkata, “Apa yang bisa saya
nikmati di surga kalau ternyata kenikmatan terbesar dan yang paling hakiki
adalah menatap wajah Allah SWT?” Lahirlah ungkapan terkenal dari seorang sufi
bernama Rabi’ah Al-Adawiyah, “Ya Allah, biarlah Engkau masukkan aku ke neraka,
asalkan aku bisa bersama-Mu”. Nah, setinggi-tinggi amalan adalah kalau kita
tidak memperhitungkan lagi balasan dari Allah, selain bisa menjadi orang yang
dekat dengan-Nya.
Kalau kita telah sampai ke tingkat ini, maka duniawi dan semua pahala
sudah menjadi jaminan Allah SWT. Tidak perlu diragukan dan dikhawatirkan lagi.
Karenanya, kalau ada yang harus senantiasa terus kita jaga dan pelihara adalah
mutu ibadah kita. Sekecil apapun amal yang kita buat, jagalah selalu
kualitasnya; baik kualitas kesempurnaan pengetahuan tentang hukum fikihnya,
maupun kualitas hakikat berupa keikhlasan dan kekhusukannya.
Bila kita pandai menjaga kualitas ibadah, niscaya Allah akan
mengaruniakan kesanggupan kepada kita untuk beramal dengan tingkat pengharapan
tertinggi, yaitu bisa bertemu dan menatap wajah Allah yang Mahamulia. Dalam
Alquran disebutkan, Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di
bumi.
Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya,
niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.
Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu (QS. Al-Baqarah: 284).
Wallahu a’lam bish-shawab.
Karena
"BERBAGI ITU
INDAH"